Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2021

Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

Story of Dinda: Second Chance of Happiness - Review

Gambar
Spin-off dari spin-off ini sebenernya kurang penting dan seakan biar imbang aja ada sisi cewenya juga. Teknisnya sih oke banget meski chemistry antara Aurelie dan Abimana agak kurang ya. Yang gue suka sih inti ceritanya yang bilang bahwa harusnya individu itu bahagia dan secure dulu sebelum ngejalanin hubungan. Tapi tema ini terkesan repetitif dan diulang-ulang, padahal durasinya cuma 1 jam loh. Gue cukup suka sih dengan gaya bercerita film ini, seakan dua orang yang lagi ngobrol dari hati ke hati di pinggir pantai pas matahari terbenam. Kasus Dinda dan Pram sangat mungkin terjadi meski dua-duanya salah juga sih ya sama-sama main api. Tapi ya mereka cuma butuh teman cerita yang bisa mendengarkan dengan baik, dan mereka saling menemukan itu. Lalu pas keduanya lagi di posisi yang sama-sama bisa saling rangkul. Ditambah bumbu rasa, jadi kompleks deh masalahnya. Dinda juga cukup peka untuk melabeli hubungan mereka berdua sebagai selingkuh, karena memang tepat.  Yang gue suka adalah gue lu

Free Guy - Review

Gambar
Ya ampun gue nggak expect Free Gu y sebagus itu! Gue kira cuma film action biasa aja, ternyata Free Guy punya makna hidup yang sedalam itu. Hiburan audio visualnya memang maksimal banget, apalagi banyak referensi ke film dan game favorit semua orang. Tapi ternyata ceritanya juga punya hati dan emosi yang bisa bikin gue mikir lagi soal mundane life yang pastinya lebih bermakna ketimbang hidup pada NPC ( Non-Playable Characters ) di game. Filmnya benar-benar menyenangkan untuk ditonton. Selain kocak nggak ada obat apalagi komentar-komentar polos nyaris idiotnya Ryan Reynolds. Sayangnya gue bukan gamer, tapi rasanya film ini juga sangat menghibur bagi para gamer sih. Referensi gamenya banyak, apalagi game di Free Guy kaya referensi dari Grand Theft Auto plus cameo dari seleb Youtuber Gamer. Yang gue suka banget jelas ceritanya yang kepleset di ranah eksistensi yang lumayan filosofis. Tema hidup yang sebenarnya klasik banget dari jaman Pinnochio sampai The Truman Show, tapi tetap penting

The Haunting of Hill House - Series Review

Gambar
Nonton ulang dalam rangka selesai nonton Midnight Mass (2021) yang kuat banget mengangkat tema apa yang terjadi setelah kematian. Ternyata itu juga jadi tema utama di The Haunting of Hill House (2018) yang melejitkan nama sutradara dan penulis naskah Mike Flanagan. Meski di Midnight Mass , apa yang terjadi setelah kematian dikasih twist  yang gila, tapi di Hill House ini masih di ranah yang "mainstream"; ya jadi hantu tapi selamanya tinggal di rumah Hill. Ada beberapa hal yang gue baru sadar di kali kedua gue nonton ini, mulai dari detil kecil yang patung di rumahnya bisa nengok sampai ke beberapa monolog Poppy Hill yang ternyata nyeritain beberapa hantu yang ada di rumah itu. Oya monolog ini memang ciri khas Mike Flanagan ya, cara yang nggak biasa tapi ternyata efektif banget memperlambat tempo demi menciptakan atmosfer tegang sekaligus ganjil. Satu hal yang gue sangat suka dari Hill House adalah gimana Flanagan meromantisasi kehidupan setelah kematian bahwa ada loh beber

The Billion Dollar Code - Series Review

Gambar
Limited mini-series ini mendramatisasi kisah nyata perseteruan legal antara Terravision yang rilis tahun 1993 dan Google Earth yang punya algoritma yang sama dan baru rilis tahun 2004. The Billion Dollar Code bisa dibilang The Social Network versi Jerman, tapi dari sudut pandang yang berbeda. Hanya 4 episode dengan durasi kurang lebih 1 jam, seru dan menyenangkan banget sih nontonnya. Kaya kita sebagai penonton juga ikutan gemes ngeliat pertarungan klasik David vs Goliath kaya gini. Yang sebenernya inti permasalahannya sangat mirip dengan The Social Network, bahwa yang ditiru adalah ide dan pola tapi sistem legal intellectual property sayangnya belum bisa mengakui itu dengan sempurna. Akhirnya ngejiplak atau nggak kekmbali pada interpretasi banyak orang. Kisah mini-series ini diambil dari sudut pandang court-room drama, tapi 3 episode awal masih di persiapan dan baru benar-benar masuk di ruang pengadilan di episode 4. Sebuah langkah yang efektif karena jadi menambah tensi dan keseru

The Medium - Review

Gambar
The Medium is creepy as fuck ! Ini kaya ngasih apa yang The Blair Witch Project (1999) ga bisa kasih di endingnya, tapi dinaikin bahkan lebih parah ketimbang endingnya Midsommar (2019)! Gue nggak expect juga horornya akan segrafis itu. Okelah masih gigit-gigit dan makan orang, tapi ini udah sampai ranah yang lain juga gila. Nggak kaleng-kalengan banget sih ini horornya, beneran weird, sick, and fucked up ! Tapi memang beginilah kalau dua master horor Asia bersatu; sutradara Banjong Pisanthanakun ( Alone, Shutter ) dari Thailand dan produser Na Hong Jin ( The Wailing ) dari Korea Selatan bekerja sama bikin horor paling bangsat tahun ini. Setengah film pertama memang perlu kesabaran ekstra karena banyak dialog dan minim horor, tapi jangan songong dulu karena itu semua akan berbalik 180' di klimaks yang bisa bikin gue tahan nafas dan mulut nganga sambil berujar what the fuck what the fuck what the fuck  berulang kali. Dari awal film, atmosfernya sudah dibuat seganjil mungkin. Horor

Dune - IMAX Review

Gambar
Dune versi sutradara Denis Villeneuve ini adalah adaptasi film kedua dari novel karya Frank Herbert tahun 1965, setelah yang pertama tahun 1984 oleh sutradara David Lynch gagal total. Konon memang sangat sulit mengadaptasi kisah Dune ini lantaran plot yang sangat kompleks. Bahkan Villeneuve sendiri memilih mengerjakan Arrival (2016) dan Blade Runner 2049 (2017) dulu untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman. Film adaptasi space opera sekompleks Dune memang sangat cocok berada di tangan dingin Villenueve dengan deretan ciri khasnya. Stylish, penuh visual yang cantik, scoring megah dari Hans Zimmer, dan gaya bercerita yang mudah untuk dimengerti menjadikan Dune sebagai tontonan sinematik yang sempurna. Menurut gue, adalah murtad menonton Dune di layar kecil seperti televisi atau bahkan telepon genggam. Banyak shot dan frame yang sebegitu indahnya layaknya lukisan yang terlihat megah di layar bioskop - bahkan IMAX. Gue udah nonton Dune versi David Lynch di Lionsgate Play dan sempet

Don't Breathe 2 - Review

Gambar
Dengan kesuksesan Don't Breathe 2 (2016) yang disukai baik kritikus dan penonton, gue nggak paham apa pentingnya membuat sekuel dari film dengan plot sederhana kaya gitu. Mau mengulangi plot yang sama juga akan repetitif. Tapi harus gue akui plot yang diberikan di Don't Breathe 2 ini juga nggak ada don't breathe-don't breathe -nya seperti inti dari plot film pertamanya. Melainkan hanya melanjutkan kisah The Blind Man yang piawai mempertahankan diri. Ya menurut gue inti dari film Don't Breathe adalah setidaknya ada karakter yang bahkan jangan sampai bernafas biar nggak ketahuan oleh The Blind Man , dan ini yang nggak ada di sekuelnya. Meski kali ini kita melihat perubahan karakter dari jahat menjadi baik ketika The Blind Man harus menghadapi kelompok penjahat yang sadisnya nggak main-main. Jadi apa jualan Don't Breathe 2 ? Menurut gue sebatas jago berantemnya The Blind Man dalam menghadapi kelompok penjahat ini dan aksi kekerasan yang over-the-top dan sadis

Jungle Cruise - Review

Gambar
Biasa aja. HAHAHA review apaan pula ini. Maaf ya tapi gue kayak udah berekspektasi setinggi langit ngeliat The Rock sama Emily Blunt jadi dua karakter utama di film Disney yang diadaptasi dari salah satu wahananya - iya kaya franchise Pirates of the Caribbean. Kalau dari trailernya tuh keliatan film ini bakal fun banget gitu.  Memang film berdurasi 127 menit ini menyenangkan dan sangat menghibur sih. Tapi kadang terlihat seperti film untuk anak kecil banget karena banyak lelucon slapstick, tapi kadang juga terlihat terlalu seram untuk anak kecil. Jadi nggak jelas gitu mau berdiri di mana. Ya memang sutradara Jaume Collet-Serra biasanya bikin film aksi yang nggak ngerem di darah-darahan dan daging-dagingan sih. Di sini pasti dia sangat menahan diri mengingat pastinya film-film Disney untuk pasar keluarga dan anak-anak. Gue juga melihat banyak plot cerita yang minjem dari franchise saudara sendiri POTC. Mulai dari kekuatan magis cahaya bulan sampai dengan penjahat yang bermetamorfosis j

Malignant - Review

Gambar
James Wan pulang kampung ke horor setelah beberapa film blockbuster haruslah kita rayakan bersama. Apalagi dari trailernya sangat menjanjikan dan beneran nggak ketebak jalan ceritanya kaya gimana. Hasilnya beneran nggak ketebak dengan twist yang bikin mulut gue nganga. James Wan memang sakit jiwa! Idenya super sih sangat segar dan belum pernah gue konsumsi sebelumnya. Menurut gue Malignant mendefinisikan ulang horor itu apa, terutama bagi para pecinta horor. Bahwa horor itu nggak melulu tentang hantu, setan, iblis, atau entitas supranatural lainnya, melainkan sesederhana hal ambigu yang nggak kita pahami sebelumnya. Setelah kita pahami dan mengerti, hal ambigu itu jadi jelas dan nggak jadi horor lagi. Gue suka banget dengan gimana Malignant dibawakan dengan sangat stylish . Pilihan scoring yang nge-beat dan menghentak kaya film-filmnya Sam Raimi jadi nambah efek uneasy dengan segala ambiguitas yang terjadi dari awal film. Ditambah ciri khasnya James Wan dengan sinematografi yang sanga

Midnight Mass - Series Review

Gambar
Semenjak The Haunting of Hill House dan The Haunting of Bly Manor , gue sudah menaruh kepercayaan tinggi pada sutradara dan penulis naskah Mike Flanagan. Forte dia memang di serial, maka serial apapun yang dia buat sudah pasti akan gue tonton! Termasuk yang satu ini, Midnight Mass yang sudah jadi pembicaraan positif di linimasa. Dengan hanya tujuh episode, yang kenapa tujuh mungkin karena angka 7 sangat alkitabiah mengingat serial ini memang sangat kental dengan hal Kristiani. Sebisa mungkin gue akan menghindari spoiler biar tulisan ini bisa diakses baik yang belum maupun yang sudah nonton. Jadi mari kita bahas! Gue harus kasih tepuk tangan sambil berdiri untuk kejeniusan Mike Flanagan dalam nulis naskah serial! Aslik ya itu orang nulisnya sambil ngobat atau ngeganja atau apa sih kok bisa se- trippy itu. Midnight Mass ini seperti dialog antara tiga orang; satu fanatik agama, satu agnostik, satu yang biasa-biasa aja dalam beragama. Dibilang serial horor juga nggak bisa karena unsur