Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah ...
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
The Medium - Review
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
The Medium is creepy as fuck! Ini kaya ngasih apa yang The Blair Witch Project (1999) ga bisa kasih di endingnya, tapi dinaikin bahkan lebih parah ketimbang endingnya Midsommar (2019)! Gue nggak expect juga horornya akan segrafis itu. Okelah masih gigit-gigit dan makan orang, tapi ini udah sampai ranah yang lain juga gila. Nggak kaleng-kalengan banget sih ini horornya, beneran weird, sick, and fucked up!
Tapi memang beginilah kalau dua master horor Asia bersatu; sutradara Banjong Pisanthanakun (Alone, Shutter) dari Thailand dan produser Na Hong Jin (The Wailing) dari Korea Selatan bekerja sama bikin horor paling bangsat tahun ini. Setengah film pertama memang perlu kesabaran ekstra karena banyak dialog dan minim horor, tapi jangan songong dulu karena itu semua akan berbalik 180' di klimaks yang bisa bikin gue tahan nafas dan mulut nganga sambil berujar what the fuck what the fuck what the fuck berulang kali.
Dari awal film, atmosfernya sudah dibuat seganjil mungkin. Horor itu nggak melulu penampakan setan atau kaget-kagetan, tapi sesederhana hal yang tidak mengerti dan pahami juga bisa jadi horor. Ini yang dimanfaatkan dengan baik oleh Banjong dengan menghadirkan hal-hal yang watdefak sepanjang film, sebelum akhirnya melemparkan semua darah dan daging ke muka kita di akhir.
Yang bikin tambah serem adalah betapa dekatnya kultur kita orang Indonesia dengan apa yang direpresentasikan oleh film ini. Konsep perdukunan apalagi di situasi pedesaan dengan masyarakat yang guyub adalah hal yang kita alami sehari-hari. Saking guyubnya kalau ada satu keluarga percaya dengan dukun maka orang lain pasti akan ikut percaya juga. Dan kalau udah percaya tuh jadi buta dan segala cara dilakukan untuk mempertahankan kepercayaan itu. Ini semua yang jadi awal dari musibah tak terelakkan.
review film the medium horror thai 2021 review the medium horror thai 2021 the medium horror thai 2021 movie review the medium horror thai 2021 film review resensi film the medium horror thai 2021 resensi the medium horror thai 2021 ulasan the medium horror thai 2021 ulasan film the medium horror thai 2021 sinopsis film the medium horror thai 2021 sinopsis the medium horror thai 2021 cerita the medium horror thai 2021 jalan cerita the medium horror thai 2021
Pertama-tama gue harus ngaku bahwa gue memang fans Billie Eilish sejak pertama kali dia rilis lagu Ocean Eyes tahun 2019. Ya bukan fans garis keras gimana banget, cuma suka sama lagu-lagunya yang melodinya beda dari arus utama. Gue juga nggak tahu secara detil kehidupan pribadinya dia gimana, bahkan gue baru tahu Finneas itu kakaknya sekaligus produser musik dia pas rilis di album pertama. Setelah nonton dokumenter ini, gue jadi makin respek sama artis yang menurut gue sangat beruntung dan terberkati ini. Kita semua tahu lah ya betapa kerasnya dunia hiburan apalagi dengan kasus sebelah mbak Britney Spears yang masih aja dikendalikan sama bapaknya di segala aspek hidupnya. Nah dedek Billie ini luar biasa banget punya keluarga yang beneran 100% suportif di segala sisi. Abangnya Finneas yang jenius di musik tapi juga kagak sirikan sama adeknya yang jauh lebih tenar dari dia. Bapak ibunya yang ternyata memang dari latar belakang musik dan udah grooming Billie dari kecil juga super-bijak d...
Wah kayaknya Cha Cha Real Smooth akan jadi salah satu film romansa - dan coming of age - favorit gue di tahun ini. Manis banget sampe gejala diabetes. Satu lagi tipikal film romansa dengan hubungan yang nggak jelas bahkan cenderung platonic. Meski jelas Andrew mungkin punya sindrom Elektra yang condong lebih suka sama wanita yang lebih tua. Tapi gue rasa film ini nggak cuma ngomongin soal cinta. Melainkan tentang hidup! Hidup di masa transisi menuju dewasa lebih tepatnya. Adulting is no joke as we know, dan pasti banyak dari kita yang baru lulus kuliah bingung mau ngapain. Masa transisi dari hidup yang penuh keteraturan dan otoritas dari institusi pendidikan ke hidup yang lebih bebas terhadap arah, visi, dan misi masing-masing. Mulai dari ganti-ganti pekerjaan, gimana cara menghadapi pelanggan dengan sopan, sampai bertanggung jawab dengan komitmen dan waktu. Nah romansa dapat porsi yang jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan, karena gue rasa memang sisi ini yang jauh lebih relate denga...
Dalam setahun kita dikasih 2 film Guy Ritchie? Setelah Operation Fortune: Ruse de Guerre yang rilis di awal tahun, sekarang ada The Covenant . Menariknya The Covenant punya tema yang cenderung segar dan terlalu serius di antara semua film yang pernah disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Guy Ritchie. Film ini juga punya premis anti-perang dengan tema yang rasanya belum pernah diangkat. Persahabatan antara seorang serdadu AS dengan penerjemah lokal di Afghanistan. Harus gue akui, rasanya The Covenant layak jadi salah satu film terbaik di tahun ini. Selain punya tema anti-war yang sangat penting, film ini punya penampilan akting yang luar biasa sampai menyerap emosi penonton. Selain itu deretan adegan aksinya juga sangat intens! Beberapa kali gue dibuat tahan nafas dengan ketegangan yang ditampilkan di layar. Seperti film-filmnya Guy Ritchie sebelumnya, The Covenant juga terlihat jelas dibagi menjadi tiga babak. Meski secara durasi tidak terbagi rata, rasanya pilihan yang tepat ...
Komentar
Posting Komentar