Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2021

Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

Ted Lasso - Review

Gambar
Setelah selesai nonton 1 season dalam 1 minggu, gue berani bilang kalau Ted Lasso adalah salah satu series terbaik yang pernah gue tonton! Ya ampun maafin aku Ted Lasso, tahun lalu pas rilis gue mencibir karena gue kira ini cuma another American sitcom yang biasanya gue ga cocok sama komedinya. Tapi akhir-akhir ini setelah ngeliat banyak reviewnya bertebaran di linimasa dari orang-orang yang gue percaya, gue memutuskan untuk nyoba dan langsung jatuh cinta di episode pertama! Haaaaaaaaa! Salah banget gue salah banget, ini bukan serial American sitcom biasa mentang-mentang durasi per episodenya cuma 30 menit. Ini kaya apa ya, ga ada pembanding yang tepat sih karena isinya bener-bener campur aduk antara American dan British . Dengan latar belakang London, kita melihat kebiasaan orang Inggris dari kacamata orang Amerika yang jadinya super kocak padahal mereka sama-sama berbahasa Inggris. Jadi deretan leluconnya juga campuran kadang American jokes kadang British jokes , dan ini yang biki

Man in Love - Review

Gambar
Gue sama sekali nggak nyangka ternyata film asal Taiwan ini penuh beraroma bawang di akhir meski puas ngakak di awal-awal film. Kisah romansanya benar-benar unik tentang bagaimana seorang penagih hutang yang doyan berkelahi bisa jatuh cinta dengan seorang kasir bank yang ayahnya berhutang. Jalan ceritanya juga sangat meyakinkan sehingga sangat mudah untuk menaruh hati dan emosi pada setiap karakter yang ada di film ini.  Pemeran utama pria, Roy Chiu, sebelumnya juga bermain di film Dear Ex (2018) yang sama-sama beraroma bawang itu. Memang Man in Love dan Dear Ex adalah dua dari dua film Taiwan yang baru gue tonton, tapi rasanya gue cukup suka dan cocok dengan film-film romansa Taiwan. Memang dua film itu datang dari pembuat film yang berbeda, tapi setidaknya dua-duanya tidak hanya punya hati tapi juga cantik secara visual.  Man in Love ini adalah adaptasi versi Taiwan dari film berjudul sama dari Korea Selatan tahun 2014 yang diperankan oleh Hwang Jung-min. Kalau diperhatikan dengan

The East - Review

Gambar
Gue nonton setengah film ini tanpa sadar yang mana Westerling yang terkenal akan kesadisannya membunuh 40,000 rakyat Indonesia di Sulawesi. Ya selama ini kita cuma tahu Westerling aja di buku-buku sejarah, tanpa tahu nama depannya. Padahal sepanjang setengah awal film gue mulai berasa gimana gitu sama karakter yang ini; dengan idealismenya dia yang anti autoritas dan fokus pada perdamaian di tengah penduduk asli. Siapa yang sangka idealisme perdamaian itu ternyata bisa jadi akar dari pembantaian banyak orang yang disangka teroris. Memang idealisme seperti ini sangat berbahaya jika jadi justifikasi untuk membunuh banyak orang, seperti yang sudah ditunjukkan oleh karakter fiksi Ozymandias. Iya, orang tersebut adalah Raymond Westerling yang memiliki darah Turki. Film The East sendiri bukan tipikal film perang kebanyakan, apalagi perang kemerdekaan Indonesia seperti trilogi Merah Putih . Gue merasanya The East ini lebih seperti Jarhead , nyaris tidak ada tembakan hanya ada sekelompok pra

The Tomorrow War - Review

Gambar
Sayang banget sih nonton film ini di tv! Ya gegara pandemi sih ya, Paramount mau ga mau jual The Tomorrow War sebesar 200 juta USD ke Amazon daripada dapet angka gak jelas dari box office bioskop. Tapi beneran deh, ini film alien sci-fi yang menurut gue solid banget. Oke emang ada beberapa hal gak logis atas nama sains tapi dipaksain demi majunya jalan cerita. Namun secara keseluruhan gue cukup percaya dengan apa yang terjadi di film ini dan sangat terhibur! Pertama-tama, desain alien Whitespikes bener-bener nyeremin. Siapa yang sangka sih bentuk makhluk serupa alien di A Quite Place x Alien dijadiin warna putih malah berkali-kali lipat bikin tambah serem. Warna putih pucatnya sih yang ngefek banget beneran bikin begidik padahal baru denger suaranya doang dari jauh. Mana matiin satu aja susah banget.  World building -nya juga lumayan meyakinkan. Meski ada beberapa plot yang terkesan dipaksakan maju, tapi ngerti lah untuk efisiensi jalan cerita dan bikin plot maju dan tambah seru. Ya

Coda - Review

Gambar
Film Perancis La Famille Bellier (2014) akhirnya diadaptasi oleh Hollywood juga, yang kali ini didistribusikan oleh Apple TV+. Apakah sebocor film originalnya meski beda jenis pekerjaan di keluarganya? Ruby adalah anak remaja wanita satu-satunya yang bisa mendengar dan berbicara ditengah ayah, ibu, dan kakak laki-lakinya yang bisu tuli. Ruby berada di tengah dilema besar antara menjadi penerjemah bagi keluarga yang nelayan dan mengejar mimpinya untuk kuliah di sekolah musik. Perlu diwaspadai bahwa ini adalah film yang beraroma bawang yang sangat menyengat, jadi harus sedia tisu disamping remote. Memang nggak sebocor film Perancisnya tapi versi Amerika ini masih saja membuat mata basah bagi yang nggak kuat hati. Gue sendiri selalu punya hati bagi orang-orang bisu tuli sampai gue sempat belajar Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) yang ternyata susah bener. Melihat mereka saling berinteraksi dengan ekspresif menjadi hal yang sangat menyentuh bagi gue. Mirip-mirip The Sound of Metal (2020

Vivo - Review

Gambar
Akhirnya Sony Pictures Animation berani juga nyemplung di film animasi musikal. Kayaknya udah makin pede ya nggak cuma kualitas gambar animasinya aja yang udah makin menyaingin Disney dan Pixar, tapi kali ini juga bermain di lagu dan nyanyian sebagai pengganti dialog. Sayang banget sih harus ditonton di layar tv dan bukan layar bioskop. Deretan lagu dan lirik yang ditulis oleh si jenius musikal Lin-Manuel Miranda benar-benar jadi daya tarik utama gue dalam nonton film ini. Masih aja melodinya sangat catchy di telinga dengan lirik asyik yang berirama. Apalagi Vivo berlatar belakang Cuba (dan kemudian Florida sampai Miami), jadi tema utama musik yang ada adalah Cuban Jazz yang asyik banget buat joget!  Beberapa lagunya itu keliatan banget ciri khas Lin-Manuel Miranda, kaya bebereapa nada mirip banget sama beberapa lagu di Hamilton dan juga Washington Heights. Setiap nyanyian dan karakter yang bernyanyi sangat mengingatkan gue akan band jazz asal Kuba yang terkenal; Buena Vista Social Clu

Icarus - Review

Gambar
Awalnya dari kebingungan gue ada nama negara "ROC" di klasemen medali Olimpiade Tokyo 2020, yang ternyata itu bukan negara dari kepanjangan dari " Russian Olympic Comittee ". Isinya adalah atlet-atlet Rusia yang terbukti tidak menggunakan doping. Dari sini gue baru tahu bahwa negara Rusia dilarang berkompetisi di skala internasional sampai Desember 2022 gara-gara skandal doping terbesar sepanjang sejarah dunia olahraga.  Terungkap di tahun 2016, ternyata Rusia mengakali tes doping agar para atletnya yang menggunakan doping mendapatkan tes negatif. Konspirasi ini bahkan didukung oleh negara sampai presiden Vladimir Putin sendiri, dan sudah berjalan jauh ke belakang sampai setidaknya tahun 1960-an. Nah dokumenter Icarus karya sutradara dan produser Brian Fogel ini yang - secara tidak sengaja - mengungkap skandal besar ini lewat Dr. Grigory Rodchenkov. Nggak heran Icarus dapat Oscar di kategori Best Documentary tahun 2018, dan termasuk film pertama yang menang pengharg

Rurouni Kenshin The Beginning - Review

Gambar
Pentalogi film live action Rurouni Kenshin akhirnya berakhir di sini; di awal mula Kenshin Himura menjadi seorang pembunuh atau Battosai. Ketimbang The Final yang rilis di tahun yang sama, kok gue lebih suka yang The Beginning ini ya. Mungkin karena lebih mengandung banyak hati lewat hubungan Kenshin dan Tomoe, meski dilapisi banyak darah. Secara tontonan, film ini memang tergolong lamban dan sunyi meski sekalinya ada adegan aksi dibuat tegang dan over the top. Mungkin memang ini tujuannya sebagai film Jepang sebenar-benarnya. Seakan menjadi homage atau memang banyak terpengaruh oleh film-filmnya Akira Kurosawa dan Hirokazu Koreeda. Meski nonton seriesnya tapi gue lumayan lupa sama ceritanya. Jadi pas nonton ini sih gue masih aja kaget melongo. Eh padahal udah diceritain juga ya di The Final, tapi kayaknya gue kurang nangkep aja. Di awalnya sih gue lumayan roaming ya sama jalan ceritanya karena nggak paham sama sekali soal sejarah Jepang dengan shogunate dan sebagainya itu. Tapi lama-