Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

Pengabdi Setan 2: Communion - Review

Gambar
Kalau boleh jujur, gue mau suka tapi susah banget. Pengabdi Setan 2: Communion memang "lebih" dari film pertamanya. Lebih horor, lebih banyak jump scares, dan lebih luas universe pengabdi setannya Joko Anwar. Tapi segala kelebihan ini jadi terlalu mewah dan sama sekali nggak "down to earth". Jauh lebih kompleks, tapi jadi meninggalkan kesederhanaannya. Emang ngasih level dan potensi horor baru, tapi jadi meninggalkan esensi dari horor itu sendiri. Oke gue bahasa satu-satu deh ya, mungkin dari yang pertanyaan yang paling sering ditanya; serem gak? Iya serem! Kalau di film pertamanya serem-sereman di satu rumah aja, di film kedua ini seremnya di rumah susun. Mungkin nanti di film ketiga di rumah cluster kali ya. Ada beberapa trik jump scares yang oke banget, tapi ada beberapa juga yang modifikasi elemen lama. Jadi silakan berantisipasi senyaman mungkin, elemen kagetnya tetep maksimal. Keluhan gue soal horor adalah kenapa ibunya sedikit banget ya padahal prominent di

Alienoid - Review

Gambar
Ini dia film sci-fi blockbuster di mana para bintang drakor bersatu untuk melawan alien. Pertama-tama, maaf banget nih sebagai bukan penonton drakor gue lumayan roaming ketika penonton kiri kanan gue berdecak kagum ketika ada sosok yang nongol. Tapi gue bisa memahami kekaguman dan kebahagiaan mereka ketika melihat aktor-aktris kesayangan yang biasa main drama, kali ini main di film aksi blockbuster - scifi pula!  Kayaknya udah nggak perlu kaget dan kagum lagi kalau industri film Korea Selatan bisa bikin film sekelas Alienoid ini. Segala macam efek visual dan skala produksinya udah nggak kalah dari film-film blockbuster asal Hollywood. Efek CGI nya sangat rapi dan meyakinkan, skala produksinya juga nggak main-main besarnya. Nggak cuma menang di mata dan telinga, Alienoid juga jawara di departemen cerita. Kisahnya sih rumit loh dan pakai elemen perjalanan waktu pula. Kerennya adalah bisa menjahit kisah modern dengan kisah di era Joseon. Pas ngeliat orang-orang di era Joseon dengan alat s

Ivanna - Review

Gambar
Sebenarnya gue udah nyerah nggak ngikutin Danur Universe sejak Danur 2: Maddah (2018), jadi gue skip Danur 3 dan Asih . Ketika tahu akan ada satu spin-off lagi dari setan yang lain, gue sih udah males. Tapi pandangan gue berubah 180 derajat sejak lihat nama Kimo Stamboel di kursi sutradara. Manuver baik dari MD Pictures yang entah kenapa selama ini nggak pernah nyentuh talenta hebat dari sutradara berbakat. Gue emang ngefans sama The Mo Brothers , tapi entah kenapa Kimo begitu mulai petualangan solo lewat Ratu Ilmu Hitam (2019) dan Dreadout (2019) jadi berasa kehilangan pegangan. Alias kualitasnya jauh banget ketika dia co-directing bareng Timo Tjahjanto. Tapi karena gue percaya akan talenta dia dan pada dasarnya manusia yang baik pasti berkembang, maka gue ngasih kesempatan lagi buat nyoba nonton karya terbarunya dia. Nggak pake lama, Ivanna (2022) jelas jadi film yang terbaik di Danur Universe . Hell , menurut gue bahkan Ivanna jauh lebih baik ketimbang KKN di Desa Penari (2022

Perjalanan Pertama - Review

Gambar
Awalnya gue tertarik nonton ini karena liat hype-nya di JAFF 2021 yang lalu. Ngeliat respon beberapa penonton setelah nonton Perjalanan Pertama, langsung bikin gue nandain kalau film ini rilis di bioskop. Ternyata ekspektasi yang udah keangkat ini yang bikin gue jadi agak kecewa. Sebenarnya kisah yang diangkat bagus, setidaknya di seperempat akhir di mana "twist" dibongkar dan bikin jalan cerita jadi dua kali lipat lebih bermakna. Cara bertutur seperti ini sebenarnya oke aja, tapi rasanya terlalu dipanjang-panjangin di bagian tengah film sehingga penonton jadi lupa terhadap plot yang itu. Memang mau bikin film roadtrip sih, tapi kan nggak perlu harus dikasih satu-dua kemalangan yang memperpanjang perjalanan mereka - yang efeknya memperpanjang durasi yang nggak perlu. ---------------------------------------------------------- review film perjalanan pertama review perjalanan pertama perjalanan pertama movie review perjalanan pertama film review resensi film perjalanan pertama

RRR - Review

Gambar
Akhirnya punya waktu juga buat nonton film 3 jam ini, setelah tempo hari ketinggalan untuk nonton di bioskop. Dan betapa menyesalnya gue nggak nonton ini di bioskop. Beneran nonton cuma di TV sih rasanya kurang banget. Visual film ini bener-bener over-the-top, yang sebenarnya mungkin udah biasa ya di Bollywood. Biasanya tuh gue cuma liat adegan-adegan aksi lebay Bollywood lewat video-meme yang beredar di twitter. Kali ini nonton utuh lengkap dengan ceritanya, ya memang jadi keren sih meski lebay. Gue kangen nonton film tentang perjuangan kemerdekaan, di mana perlawanan masyarakat yang tertindas melawan kekerasan penjajah. Biasanya kita ngeliat film kemerdekaan Indonesia dan dipertontonkan kekejaman penjajah Belanda dan Jepang. Bahkan sempat ada omongan "seharusnya kita dijajah Inggris biar maju seperti negara-negera Persemakmuran Inggris". Nah di RRR ini dikasih lihat betapa kolonial Inggris ternyata sama kejamnya dengan kolonial Belanda atau Jepang. Harus baca-baca dulu di T

Decision to Leave - Review

Gambar
Agak deg-degan sih mau nonton filmnya Park Chan-Wook, secara beliau kalau bikin film sesuka hatinya. Bisa setahun sekali, bisa empat tahun sekali. Film terakhirnya aja tahun 2016 lewat The Handmaiden . Tapi memang nggak sia-sia penantian kita semua sama film terbarunya. Apalagi kembalinya aktris Cina, Tang Wei, ke ranah arus utama dan diakui dunia internasional setelah Lust, Caution (2007) dan Blackhat (2015). Menonton Decision to Leave jadi pengalaman nonton yang sangat unik dan menarik. Filmnya indah, tapi menyedihkan. Kisah cintanya cantik, tapi toksik. Jalan ceritanya sederhana, tapi rumit karena menuntut peran aktif penonton untuk mengurai misteri yang ada. Segala keunyuan yang dihadirkan di tengah film, harus ditutup dengan pedih dan perih. Bahkan rasa perihnya masih nyisa ketika keluar studio. Visualnya sih yang ciamik maksimal. Sinematografinya unik dan indah maksimal, out of the box tapi kok ya masuk dan jadinya puitis. Apalagi visualisasi ciamik dari beberapa adegan pengi

The King of Staten Island - Netflix Review

Gambar
Awalnya film ini nongol di Netflix, gue agak males karena ngira ini another American-drama gitu yang nontonnya mesti dengan mood yang pas. Tapi setelah liat nama Judd Apatow di kursi sutradara dan penulis naskah, wuih langsung berubah image gue akan film ini. Gue masih inget banget betapa terpukul dan tertamparnya gue dengan Trainwreck (2015). Ternyata The King of Staten Island (2020) adalah film terbarunya Apatow setelah Trainwreck , jadi jeda 5 tahun tuh. Pas nonton The King of Staten Island sih gue berasa kaya nonton dokumenter. Rasanya tuh real banget beneran kejadian nyata gitu. Mungkin dipengaruhi juga sama karakter utama Pete Davidson yang nggak ganteng nggak jelek juga, jadi kaya orang biasa aja gitu. Mungkin juga dipengaruhi sama sinematografinya yang banyak pakai kamera yang still dan minim pergerakan. Tapi itu semua efektif bikin - setidaknya gue - jadi larut dalam cerita yang ada. Segi ceritanya sangat sederhana dan sangat dekat dengan keseharian kita. Tentang seorang

Incantation - Netflix Review

Gambar
Kenapa juga sih mesti bawa-bawa " Film horor Taiwan paling seram ", artinya film-film horornya Taiwan nggak ada yang serem dong ya. But well oke lah mengingat industri film Taiwan yang konsisten meningkat kualitasnya.   Tapi nonton Incantation, gue nggak henti-hentinya ngebandingin sama The Medium. Ya bisa dibilang ini adalah The Medium versi Taiwan. Horornya sama-sama mengambil sudut pandang agama dan penganutnya, sama-sama pula dibungkus dengan gaya mockumentary. Satu setengah jam pertama nyaris membosankan karena story building yang lamban dan agak repetitif. Untungnya dibayar di 30 menit terakhir yang gaspol seremnya. Ada lah satu-dua adegan jump scare yang bikin gue loncat dari kursi. Apalagi adegan akhirnya yang bikin kepikiran sampai sekarang. ---------------------------------------------------------- review film incantation review incantation incantation movie review incantation film review resensi film incantation resensi incantation ulasan incantation ulasan film in

Minions 2: The Rise of Gru - Review

Gambar
Apa cuma gue yang sama sekali lupa dengan jalan cerita Minions (2015)? Tapi ya percuma juga karena yang namanya film anak-anak sudah pasti nggak terlalu menitikberatkan di segi cerita. Terbukti film kedua yang berjarak 7 tahun dari film pertamanya ini tidak terlalu berhubungan kecuali Gru kecil. Buktinya gue masih bisa memahami jalan cerita dengan sangat baik. Film pertamanya yang anak-anak banget (apa yang mau diharapkan dari film yang target utamanya adalah anak-anak) yang sama sekali kurang menghibur gue kecuali keunyuan Kevin, Stuart, dan Bob. Tapi ternyata film keduanya sudah belajar banyak dan sangat menghibur bagi penonton dewasa. Kali ini selain jualan unyu maksimal tingkat laku teledor para minion, penonton dewasa juga dihadirkan humor yang lumayan mengocok perut. Apiknya, Minions 2: The Rise of Gru ini masih konsisten fokus pada para minion dan mengesampingkan karakter Gru. Tentu saja, ini film tentang minion sedangkan film tentang Gru sudah ada di franchise Despicable Me .

Thor: Love and Thunder - Review

Gambar
Film ke-29 di Marvel Cinematic Universe ini seakan mengambil rehat dari plot multiverse dengan fokus pada kisah Thor. Meski masuk dalam Phase 4, tapi dari film ini - termasuk post-credit scenes - sama sekali tidak memberikan kontribusi dalam perkembangan Phase 4. Menonton film solo keempat Thor ini buat gue terasa melelahkan. Gue seakan sudah bosan dengan kisah Thor yang perkembangan karakternya terlihat sudah selesai di film ketiga dan Avengers: Endgame . Praktis film keempat ini yang menghibur hanya akting Christian Bale yang luar biasa menakutkan. Natalie Portman sebagai The Mighty Thor buat gue hanya keren-kerenan aja seakan lagi cosplay. Setiap film Thor arahan Taika Waititi memang selalu kocak dan menghibur. Setiap adegan aksi selalu diselingi dengan humor receh yang mengundang tawa. Bahkan elemen humornya terasa lebih banyak di Love and Thunder . Tapi kok ya gue nggak terlalu terhibur dengan komedi yang ada. Beberapa soundtrack dari lagu-lagu populer macam Guns 'n Roses m