Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

The Menu - Review


Terima kasih The Menu, sekarang gue nggak sendirian lagi kalau ngetawain makanan-makanan Gastronomi yang super mahal dan super absurd. The Menu jelas jadi acungan jari tengah terhadap industri makanan mahal yang memisahkan antar-kelas pada khususnya, dan industri kapitalisme pada umumnya. Industru kapitalisme di mana kritikus jadi kekuatan yang tidak tertandingi, dan bahkan bisa menutup usaha - apapun jenis usahanya mulai dari makanan dan minuman, film, dan lain sebagainya.

Pertama-tama, The Menu sukses jadi film thriller yang menegangkan. Ralph Fiennes bener-bener serem banget, bahkan nggak perlu make up ala Voldermort. Nggak nyangka dia pakai baju chef dan ngeliat anak buahnya setia buta sama dia aja udah serem banget. Nicolas Hoult sukses banget jadi public enemny. Anya Taylor Joy lagi-lagi sukses jadi primadona film dan ngebawa cerita dengan berakhir tepuk tangan.


Film ini jadi tontonan yang menyenangkan sih karena seru banget dan nggak ketebak jalan ceritanya. Bener-bener segar dan gue jadinya kebawa banget sama emosi dan jalan cerita. Ternyata memang The Menu banyak ngasih dark comedy di setiap santapannya. Kritikan sosial yang tajam dan cenderung ngetawain di depan muka industri kuliner khususnya gastronomi dan teman-temannya. Industri yang jelas memperlebar jurang kelas sosial, sekaligus mengaburkan makna esensial dari makanan dan minuman; untuk dimakan dan diminum sebagai pemuas nafsu dan dahaga!

Memang ini dampak dari kapitalisme dan komersialisme yang mengagungkan uang, kekuasaan, dan status sosial di atas segalanya; karya seni, furnitur, bahkan hal sesederhana makanan dan minuman. Suatu barang atau jasa bisa saja dikerek harganya setinggi langit, tapi esensi akan barang tersebut jadi semakin hilang dan kabur. Di mana tujuannya hanya sebagai masturbasi ego baik si pencipta maupun si pembeli.












----------------------------------------------------------

review film the menu anya taylor joy
review the menu anya taylor joy
the menu anya taylor joy movie review
the menu anya taylor joy film review
resensi film the menu anya taylor joy
resensi the menu anya taylor joy
ulasan the menu anya taylor joy
ulasan film the menu anya taylor joy
sinopsis film the menu anya taylor joy
sinopsis the menu anya taylor joy
cerita the menu anya taylor joy
jalan cerita the menu anya taylor joy


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Billie Eilish The World's A Little Blurry - Review

Guy Ritchie's The Covenant - Review

Cha Cha Real Smooth - Review