Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

Lara Ati - Review





Gue nonton Yowis Ben (2018) dan nggak ngerasa cocok, mungkin karena filmnya cuma bisa diakses sama remaja-remaja SMA. Sebenernya nggak apa-apa juga bikin film tentang SMA, permasalahannya kan tinggal apakah bisa diakses oleh penonton di kategori umur di luar itu. Tapi sayangnya trilogi Yowis Ben nggak. 

Setelah kontrak tiga film dengan rumah produksi Starvision habis, sekarang giliran BASE Entertainment yang menampung Bayu Skak yang memang berbakat di segmen konten berbahasa Jawa. Kali ini Bayu Skak fokus saja di sutradara dan pemain utama, sementara naskah diberikan ke talenta baru; Anissa Pandan Sari dan Aisyah Ica Nurramadhani sebagai debut penulisan naskahnya.




Berbekal review positif dari beberapa orang kepercayaan gue, ternyata gue cukup suka dengan Lara Ati. Setiap komedinya sukses bikin gue ngakak, meski ini adalah komedi sederhana. Tipikal komedi yang bukan receh dan bukan formula komika - seperti di rumah produksi sebelah. Tapi komedi dari keseharian yang biasa kita dengar entah di rumah atau di pinggir jalan. Bayu Skak sukses memvisualisasikan hal tersebut dan jadilah tontonan penuh hiburan ini.

Lara Ati beneran jadi ladang penuh eksplorasi bagi Bayu Skak. Keliatan banget ada beberapa inspirasi dari beberapa film Hollywood. Lihat aja opening Lara Ati yang terinspirasi banget sama opening La La Land (2016) yang wow itu, tentunya dengan kearifan lokal. Yang gue bingung, kayaknya di setiap filmnya Tatjana Saphira itu selalu minta kasih CGI / filter ke mukanya dia ya? Mulus banget nggak make sense.




Di segi naskah pun cukup solid, tampaknya industri film Indonesia perlu bersyukur selalu ada talenta-talenta baru yang diberi kesempatan dan kepercayaan besar. Gue suka banget gimana naskah yang sederhana dan sangat membumi ini bisa mengakomodir beberapa plot menjadi satu. Plot utama berupa move on dari mantan, bisa rapi jali dengan plot sampingan tentang idealisme dan realitas hidup dalam pekerjaan. Nggak cuma itu, tapi ada juga hubungan ibu dan anak dalam budaya Jawa - ala Ngeri Ngeri Sedap (2022). Ciamik!


















- sobekan tiket bioskop tanggal 16 September 2022 -


----------------------------------------------------------

review film lara ati
review lara ati
lara ati movie review
lara ati film review
resensi film lara ati
resensi lara ati
ulasan lara ati
ulasan film lara ati
sinopsis film lara ati
sinopsis lara ati
cerita lara ati
jalan cerita lara ati


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Billie Eilish The World's A Little Blurry - Review

Guy Ritchie's The Covenant - Review

Cha Cha Real Smooth - Review