Oke gue tahu ketinggalan banget nonton Maid baru sekarang. Tapi dulu pas awal-awal rilis, gue nyoba nonton 15 menit pertama dan langsung stop. Gue mikir wah series ini bakal
emotionally exhausting banget nih dan waktu itu gue belum siap. Entah kenapa baru siap sekarang-sekarang ini, dan setelah nyoba nonton episode pertama malah nagih non-stop!
Bener sih dugaan gue, 10 episode masing-masing kurang lebih 50-60 menit ini emang
emotionally exhausting. Naik turun banget emosinya dan kebanyakan yang gue rasain malah emosi negatif; mulai dari gemes, sebel, marah sampai ke ubun-ubun. Apalagi gue tahu limited series ini adalah adaptasi dari novel memoir karya Stephanie Land yang berjudul
Maid: Hard Work, Low Pay, and a Mother's Will to Survive tahun 2019. Artinya semua yang gue tonton adalah kejadian nyata! Setelah gue baca-baca artikelnya, Stephanie Land sendiri pas nonton seriesnya aja ke-
trigger! Yang artinya nyata dan mirip banget dengan kejadian aslinya. HIHHHHHH!
Oke jadi limited series (yang artinya cuma 1 season ini aja udah) ini fokus pada kasus domestic violence atau di Indonesia kita kenal dengan istilah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT. Karakter utamanya, Alex, ibu beranak satu ini mengalami kekerasan emosional - sebuah bentuk kekerasan yang dampaknya sama perihnya dengan kekerasan fisik maupun seksual. Sulitnya adalah kekerasan emosional ini nggak meninggalkan bekas fisik, yang seringkali jadi barang bukti utama di ranah hukum. Luka emosionalnya jelas ada, wong Alex sampai PTSD. Bayangin, ini di US loh yang hukumnya udah maju dan detil. Apa kabar di Indonesia??
Kerennya, ternyata "jaring pengaman sosial" di US bagus banget meski ada di balik birokrasi yang njelimet. Mulai dari rumah shelter yang kalo nelpon harus di luar biar lokasi nggak ketahuan, benefit uang belanja, child day care, sampai ke temporary housing. Iya semua itu hasil dari pajak kok. Ya soal benefit ini nggak perlu dibandingin sama Indonesia yang kalau lapor polisi malah disuruh pulang lagi. Tapi jadi tahu aja bahwa ada sistem sosial sekeren itu.
Balik ke pengalaman nonton, gue berasa nonton 10 episode ini kaya ngalamin KDRT itu sendiri deh. SEBEL BANGET gue entah sebel dan marah sama siapa. Ya ada sama Alex juga kok dia masih mau balik sama lakinya dan sok-sok nolak bantuan BANYAK ORANG. Ya pasti sama lakinya juga. Ya ada sama nyokapnya juga yang ADUH ANDA ITU BEBAN YA.
Gue tuh ada hasrat buat bantu orang ya, tapi hanya sampai pada batas orangnya mau dibantu atau kaga. Kalau itu orang ga merasa susah dan ga mau dibantu, YA UDAH NGAPAIN SIH. Ga mau kasih label tapi kayaknya itu udah jatuh ke toxic ga sih, karena ya selama ini hidupnya Alex malah tambah susah yang ada. Tanggung jawabnya kan udah ada anaknya yang belum 3 tahun itu lohhhh hiihhhhh.
Nah ini sih gemesnya yang jadinya gue malah marah-marah dan nyaris ngelempar remote ke tv gue sendiri. Tapi mungkin kurang lebih itu yang dirasain sama penyintas KDRT; bukan marah-marahnya tapi lebih ke perasaan nggak berharga sampai ke PTSD. Capek banget sih, gue nontonnya aja super capek, apalagi yang ngalamin aduh.
Setidaknya dengan adanya
limited series ini bisa ngebuka mata banyak orang tentang KDRT sih. Mulai dari jenis-jenisnya sampai ke dampak yang ada buat diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Oya jangan lupa KDRT dan efeknya itu menurun ke generasi di bawahnya. Jelas Alex mudah jatuh sama cowo-cowo toxic dan jadi tergantung, karena ibunya juga begituuuu bahkan sampai Alex gede dan punya anak. Beruntung Alex bisa memutus mata rantai tersebut dan semoga Maddy bisa jadi individu yang sehat mental dan bahagia jiwa raga, amin!
----------------------------------------------------------
review film maid netflix series
review maid netflix series
maid netflix series movie review
maid netflix series film review
resensi film maid netflix series
resensi maid netflix series
ulasan maid netflix series
ulasan film maid netflix series
sinopsis film maid netflix series
sinopsis maid netflix series
cerita maid netflix series
jalan cerita maid netflix series
Komentar
Posting Komentar