Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas - Review
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
Bajingan! Memang bajingan film ini, bajingan vulgarnya, bajingan juga bagusnya! Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas benar-benar jadi standar baru perfilman Indonesia di segala segi. Sangat well-made dan terasa bahwa film ini dibuat dengan hati. Sebuah kapsul waktu dan pengingat miris tentang kondisi sosio-politik yang memengaruhi rakyat kecil bahwa kekerasan dan maskulinitas adalah token yang berlaku di jalanan.
Pertama-tama, film ini memberikan hiburan mata yang maksimal. Dunia tahun 1989-1990an sangat terpercaya berkat kombinasi brilian dari gambar hasil dari kamera seluloid, desain latar yang detil, kostum retro, sampai bahasa tubuh dan dialog para pemainnya. Nggak sulit untuk menyelami world building yang digambarkan Edwin x Eka Kurniawan dalam film ini, dan jadi pintu masuk yang nyaman untuk turut menyelami setiap karakter dan ceritanya.
Dengan menggandeng penulis bukunya sendiri untuk turut menggarap naskah, rasanya aman bahwa alihwahana dari buku berjudul sama ke film akan sesuai nafas dan nyawanya. Sebagai pembaca bukunya - sekaligus penggemar berat semua buku Eka Kurniawan - gue cukup takjub bisa menonton film yang punya roh yang sama dengan bukunya.
Mulai dari toxic masculinity, women empowerment, sampai pengaruh makro sosial-politik terhadap hidup keseharian rakyat kecil. Oya sampai ke aktivitas seksual yang vulgar juga, sebuah pemandangan unik di film Indonesia. Nggak heran sampai ada pengingat 18+ di posternya yang sekaligus mengolok LSF bahwa standar klasifikasi rating umur bisa berbeda tergantung film.
Imajinasi Edwin memang liar, karena ada beberapa bit dari buku yang diimajinasikan ulang oleh Edwin. Tapi tetap dalam semangat dan nyawa yang sama dengan apa yang ingin dibawakan. Secara keseluruhan, pengalaman menonton film ini benar-benar unik dan menarik. Tipikal film yang harus duduk merenung bahkan tidur semalaman dulu baru bisa benar-benar meresapi semua hal yang digambarkan.
Salut banget sama Ladya Cheryl yang berhasil banget menghidupkan karakter Iteung di sini. Kalau Ladya udah turun gunung, udah pasti jaminan mutu lah ya. Film terakhirnya aja tahun 2012 di Postcard from the Zoo karya Edwin juga, jadi memang super selektif sih aktor brilian yang satu ini. Menurut gue dari semua aktor, cuma Ladya yang masuk banget dan sangat natural di dialog dan cara bertutur di era itu - selain Sal Priadi yang juga kayaknya effortless banget ya udah modal tampang jadul pula.
Buat gue pribadi, film ini menjadi pengingat yang penting dan tak lekang waktu bahwa maskulinitas - dan feminitas tak melulu dilihat dari organ tubuh dan kelamin. Ajo Kawir nggak bisa ngaceng dan merasa harus selalu berkelahi dan jago balapan motor demi bisa dianggap laki-laki. Sementara Iteung meski berkulit perempuan tapi jago berkelahi dan siap menghajar siapa saja yang memandangnya rendah.
Sementara itu mereka hidup dibawah rezim otoriter yang menggunakan kekerasan sebagai token kekuasaan. Ternyata ini punya dampak signifikan ke tingkat mikro dan masuk di gang-gang kecil di Bojongsoang. Apalagi bagi salah satu gender yang merasa berkuasa atas lawan jenis jadi makin megalomania dengan kekuatan otot dan penis. Tapi kisah ini merombak dan mempertanyakan ulang itu semua; apakah benar organ tubuh dan organ kelamin menentukan kuasa atas yang lain.
review film seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan review seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan movie review seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan film review resensi film seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan resensi seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan ulasan seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan ulasan film seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan sinopsis film seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan sinopsis seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan cerita seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan jalan cerita seperti dendam rindu harus dibayar tuntas eka kurniawan
Pertama-tama gue harus ngaku bahwa gue memang fans Billie Eilish sejak pertama kali dia rilis lagu Ocean Eyes tahun 2019. Ya bukan fans garis keras gimana banget, cuma suka sama lagu-lagunya yang melodinya beda dari arus utama. Gue juga nggak tahu secara detil kehidupan pribadinya dia gimana, bahkan gue baru tahu Finneas itu kakaknya sekaligus produser musik dia pas rilis di album pertama. Setelah nonton dokumenter ini, gue jadi makin respek sama artis yang menurut gue sangat beruntung dan terberkati ini. Kita semua tahu lah ya betapa kerasnya dunia hiburan apalagi dengan kasus sebelah mbak Britney Spears yang masih aja dikendalikan sama bapaknya di segala aspek hidupnya. Nah dedek Billie ini luar biasa banget punya keluarga yang beneran 100% suportif di segala sisi. Abangnya Finneas yang jenius di musik tapi juga kagak sirikan sama adeknya yang jauh lebih tenar dari dia. Bapak ibunya yang ternyata memang dari latar belakang musik dan udah grooming Billie dari kecil juga super-bijak d
Dalam setahun kita dikasih 2 film Guy Ritchie? Setelah Operation Fortune: Ruse de Guerre yang rilis di awal tahun, sekarang ada The Covenant . Menariknya The Covenant punya tema yang cenderung segar dan terlalu serius di antara semua film yang pernah disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Guy Ritchie. Film ini juga punya premis anti-perang dengan tema yang rasanya belum pernah diangkat. Persahabatan antara seorang serdadu AS dengan penerjemah lokal di Afghanistan. Harus gue akui, rasanya The Covenant layak jadi salah satu film terbaik di tahun ini. Selain punya tema anti-war yang sangat penting, film ini punya penampilan akting yang luar biasa sampai menyerap emosi penonton. Selain itu deretan adegan aksinya juga sangat intens! Beberapa kali gue dibuat tahan nafas dengan ketegangan yang ditampilkan di layar. Seperti film-filmnya Guy Ritchie sebelumnya, The Covenant juga terlihat jelas dibagi menjadi tiga babak. Meski secara durasi tidak terbagi rata, rasanya pilihan yang tepat untu
Wah kayaknya Cha Cha Real Smooth akan jadi salah satu film romansa - dan coming of age - favorit gue di tahun ini. Manis banget sampe gejala diabetes. Satu lagi tipikal film romansa dengan hubungan yang nggak jelas bahkan cenderung platonic. Meski jelas Andrew mungkin punya sindrom Elektra yang condong lebih suka sama wanita yang lebih tua. Tapi gue rasa film ini nggak cuma ngomongin soal cinta. Melainkan tentang hidup! Hidup di masa transisi menuju dewasa lebih tepatnya. Adulting is no joke as we know, dan pasti banyak dari kita yang baru lulus kuliah bingung mau ngapain. Masa transisi dari hidup yang penuh keteraturan dan otoritas dari institusi pendidikan ke hidup yang lebih bebas terhadap arah, visi, dan misi masing-masing. Mulai dari ganti-ganti pekerjaan, gimana cara menghadapi pelanggan dengan sopan, sampai bertanggung jawab dengan komitmen dan waktu. Nah romansa dapat porsi yang jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan, karena gue rasa memang sisi ini yang jauh lebih relate denga
Komentar
Posting Komentar