Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Last Night in Soho - Review
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
Sebagai fans garis keras terhadap sutradara dan penulis naskah Edgar Wright, gue selalu suka setiap karyanya mulai dari Shaun of the Dead (2004) sampai yang terakhir Baby Driver (2017). Menurut gue, Edgar Wright adalah salah satu sutradara yang selalu ciamik dalam membuat komedi visual dan mencampurnya dengan alunan lagu-lagu yang stylish. Karya terbarunya di Last Night in Soho menurut gue jadi pencapaian terbaik dia, sekaligus nunjukkin evolusi yang sempurna dari filmmaker berbakat!
Jelas ini adalah karya horor pertama dari Edgar Wright, ya Shaun of the Dead isinya zombie sih tapi kan lebih ke komedi. Udahlah horor meski baru berasanya di paruh kedua film, tapi seremnya beneran ngagetin karena sebegitu nyatanya. Bisa dibilang film ini nggak ngejual sebagai genre horor sih, lebih ke thriller atau crime. Tapi malah ini yang jadi pengalaman menonton yang asyik karena jadi ga bisa ngeduga apa yang akan terjadi selanjutnya.
Cerita yang ditawarkan mungkin bukan hal yang baru, tapi cara eksekusi di tutur ceritanya yang segar dan cantiknya bukan main. Pakem formula banget di awal film penonton dikasih planting soal isu kesehatan mental buat mengalihkan tebakan kita, ternyata ke mana. Tapi ya meski mulai bisa ketebak, masih tetap seru dan bikin penasaran ngikutin filmnya.
Thomasin McKenzie ya Tuhan cantiknya bukan main. Diduetin bareng Anya Tayloy-Joy juga masing-masing nggak ada yang menonjol, sama-sama kharismatik dengan konteks karakter masing-masing. Ciamik banget sih mereka berdua ini. Seneng juga gue ngeliat Prince Philip Matt Smith yang sudah saatnya melebarkan sayap ke film layar lebar ya.
Ini adalah film pertamanya Edgar Wright yang menampilkan perempuan sebagai karakter utamanya, dan sangat pas dengan tema yang dibawakannya. Tirto dan Good News from Indonesia menuliskan bahwa representasi hantu perempuan di film-film Indonesia adalah simbol produk dari patriarki akut. Simbol di mana perempuan harus jadi hantu dulu agar bisa melawan kekerasan dan ketidakadilan terhadap dirinya.
Tapi nggak dengan perempuan dalam Last Night in Soho, yang bahkan memutarbalikkan fenomena itu. Mungkin ini ingin meneriakkan pesan feminisme yang kuat bahwa sudah sejatinya perempuan mampu membela diri sendiri dari budaya patriarki yang sudah tertanam lama di budaya kita.
review film last night in soho review last night in soho last night in soho movie review last night in soho film review resensi film last night in soho resensi last night in soho ulasan last night in soho ulasan film last night in soho sinopsis film last night in soho sinopsis last night in soho cerita last night in soho jalan cerita last night in soho
Pertama-tama gue harus ngaku bahwa gue memang fans Billie Eilish sejak pertama kali dia rilis lagu Ocean Eyes tahun 2019. Ya bukan fans garis keras gimana banget, cuma suka sama lagu-lagunya yang melodinya beda dari arus utama. Gue juga nggak tahu secara detil kehidupan pribadinya dia gimana, bahkan gue baru tahu Finneas itu kakaknya sekaligus produser musik dia pas rilis di album pertama. Setelah nonton dokumenter ini, gue jadi makin respek sama artis yang menurut gue sangat beruntung dan terberkati ini. Kita semua tahu lah ya betapa kerasnya dunia hiburan apalagi dengan kasus sebelah mbak Britney Spears yang masih aja dikendalikan sama bapaknya di segala aspek hidupnya. Nah dedek Billie ini luar biasa banget punya keluarga yang beneran 100% suportif di segala sisi. Abangnya Finneas yang jenius di musik tapi juga kagak sirikan sama adeknya yang jauh lebih tenar dari dia. Bapak ibunya yang ternyata memang dari latar belakang musik dan udah grooming Billie dari kecil juga super-bijak d
Dalam setahun kita dikasih 2 film Guy Ritchie? Setelah Operation Fortune: Ruse de Guerre yang rilis di awal tahun, sekarang ada The Covenant . Menariknya The Covenant punya tema yang cenderung segar dan terlalu serius di antara semua film yang pernah disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Guy Ritchie. Film ini juga punya premis anti-perang dengan tema yang rasanya belum pernah diangkat. Persahabatan antara seorang serdadu AS dengan penerjemah lokal di Afghanistan. Harus gue akui, rasanya The Covenant layak jadi salah satu film terbaik di tahun ini. Selain punya tema anti-war yang sangat penting, film ini punya penampilan akting yang luar biasa sampai menyerap emosi penonton. Selain itu deretan adegan aksinya juga sangat intens! Beberapa kali gue dibuat tahan nafas dengan ketegangan yang ditampilkan di layar. Seperti film-filmnya Guy Ritchie sebelumnya, The Covenant juga terlihat jelas dibagi menjadi tiga babak. Meski secara durasi tidak terbagi rata, rasanya pilihan yang tepat untu
Wah kayaknya Cha Cha Real Smooth akan jadi salah satu film romansa - dan coming of age - favorit gue di tahun ini. Manis banget sampe gejala diabetes. Satu lagi tipikal film romansa dengan hubungan yang nggak jelas bahkan cenderung platonic. Meski jelas Andrew mungkin punya sindrom Elektra yang condong lebih suka sama wanita yang lebih tua. Tapi gue rasa film ini nggak cuma ngomongin soal cinta. Melainkan tentang hidup! Hidup di masa transisi menuju dewasa lebih tepatnya. Adulting is no joke as we know, dan pasti banyak dari kita yang baru lulus kuliah bingung mau ngapain. Masa transisi dari hidup yang penuh keteraturan dan otoritas dari institusi pendidikan ke hidup yang lebih bebas terhadap arah, visi, dan misi masing-masing. Mulai dari ganti-ganti pekerjaan, gimana cara menghadapi pelanggan dengan sopan, sampai bertanggung jawab dengan komitmen dan waktu. Nah romansa dapat porsi yang jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan, karena gue rasa memang sisi ini yang jauh lebih relate denga
Komentar
Posting Komentar