Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Doctor Strange in the Multiverse of Madness - No Spoiler Review
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
Memang nggak salah lagi deh Sam Raimi yang megang Doctor Strange in the Multiverse of Madness sebagai sutradara. Semua elemen horornya keluar maksimal, nggak tipis-tipis kaya di trilogi Spider-Man versi Tobey Maguire. Bahkan MCU boleh berbangga bahwa akhirnya punya film superhero bergenre horor. Yang mau ajak anaknya nonton, dipikir-pikir dulu ya.
Film ke-28 di MCU ini tadinya malah mau dirilis duluan ketimbang Spider-Man: No Way Home, tapi karena pandemi jadinya tukeran jadwal rilis. Tapi keputusan ini malah bikin hype-nya agak turun menurut gue. Setelah No Way Home dengan cameo yang spektakuler itu, kita semua pasti berharap adanya cameo yang kalau nggak menyamai ya lebih pecah lagi di Multiverse of Madness.
Mungkin juga karena sudah banyak bocoran di media sosial, setiap kemunculan cameo di sini menurut gue malah jadi biasa aja. Nggak bikin gue kaget dan tepuk tangan gitu kaya di No Way Home. Malah Sam Raimi tergolong sadis ya, karena berani membunuh nggak cuma satu-dua karakter yang muncul di film ini. Bisa jadi ini tonggak ukur baru untuk MCU ke depannya, karena udah punya banyak universe jadi lebih berani ngebunuhin setiap karakternya.
Mari bahas horornya! Horornya yang nggak gimana banget sih, nggak ada setan atau hantu gitu. Lebih ke ketegangan dan jump scare yang dibangun secara dramatis lewat sinematografi dan efek suara. Inilah hebatnya master horor Sam Raimi; tanpa hantu atau setan pun sukses bikin adegan yang bikin kaget. Kalau di trilogi Spider-Man Tobey Maguire cuma tipis-tipis, maka di sini total maksimal banget. Nggak cuma satu-dua jump scare, malah ada satu-dua adegan yang maksimal banget horornya.
Elisabeth Olsen makin ciamik aja aktingnya ya! Meski menurut gue mungkin nggak akan sampai ke nominasi penghargaan bergengsi. Tapi kualitasnya jelas meningkat dari serial WandaVision. Apalagi porsinya di sini cukup banyak dan sangat berpengaruh ke jalan cerita. Nah ngomong-ngomong soal jalan cerita, minimal perlu nonton dulu serial WandaVision sebelum nonton ini. Di luar itu serial What If juga bisa ditonton karena akan jadi latar belakang cerita yang utuh buat karakter Doctor Strange.
Yang gue suka banget dari film kedua Doctor Strange ini adalah romantis banget. Dua karakter utama bergerak atas nama cinta, entah cinta kepada pasangan dan cinta kepada keluarga. Ada cinta yang toxic, ada cinta yang konstruktif. Masing-masing ada akibat dan konsekuensi masing-masing. Kemudian seberapa jauh dan nekat yang mau dilakukan untuk itu. Meski kemudian ujung-ujungnya balik lagi harus ke acceptance sih, menerima dan embrace apa yang ada di depan mata.
review film Doctor Strange in the Multiverse of Madness review Doctor Strange in the Multiverse of Madness Doctor Strange in the Multiverse of Madness movie review Doctor Strange in the Multiverse of Madness film review resensi film Doctor Strange in the Multiverse of Madness resensi Doctor Strange in the Multiverse of Madness ulasan Doctor Strange in the Multiverse of Madness ulasan film Doctor Strange in the Multiverse of Madness sinopsis film Doctor Strange in the Multiverse of Madness sinopsis Doctor Strange in the Multiverse of Madness cerita Doctor Strange in the Multiverse of Madness jalan cerita Doctor Strange in the Multiverse of Madness
Pertama-tama gue harus ngaku bahwa gue memang fans Billie Eilish sejak pertama kali dia rilis lagu Ocean Eyes tahun 2019. Ya bukan fans garis keras gimana banget, cuma suka sama lagu-lagunya yang melodinya beda dari arus utama. Gue juga nggak tahu secara detil kehidupan pribadinya dia gimana, bahkan gue baru tahu Finneas itu kakaknya sekaligus produser musik dia pas rilis di album pertama. Setelah nonton dokumenter ini, gue jadi makin respek sama artis yang menurut gue sangat beruntung dan terberkati ini. Kita semua tahu lah ya betapa kerasnya dunia hiburan apalagi dengan kasus sebelah mbak Britney Spears yang masih aja dikendalikan sama bapaknya di segala aspek hidupnya. Nah dedek Billie ini luar biasa banget punya keluarga yang beneran 100% suportif di segala sisi. Abangnya Finneas yang jenius di musik tapi juga kagak sirikan sama adeknya yang jauh lebih tenar dari dia. Bapak ibunya yang ternyata memang dari latar belakang musik dan udah grooming Billie dari kecil juga super-bijak d
Dalam setahun kita dikasih 2 film Guy Ritchie? Setelah Operation Fortune: Ruse de Guerre yang rilis di awal tahun, sekarang ada The Covenant . Menariknya The Covenant punya tema yang cenderung segar dan terlalu serius di antara semua film yang pernah disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Guy Ritchie. Film ini juga punya premis anti-perang dengan tema yang rasanya belum pernah diangkat. Persahabatan antara seorang serdadu AS dengan penerjemah lokal di Afghanistan. Harus gue akui, rasanya The Covenant layak jadi salah satu film terbaik di tahun ini. Selain punya tema anti-war yang sangat penting, film ini punya penampilan akting yang luar biasa sampai menyerap emosi penonton. Selain itu deretan adegan aksinya juga sangat intens! Beberapa kali gue dibuat tahan nafas dengan ketegangan yang ditampilkan di layar. Seperti film-filmnya Guy Ritchie sebelumnya, The Covenant juga terlihat jelas dibagi menjadi tiga babak. Meski secara durasi tidak terbagi rata, rasanya pilihan yang tepat untu
Wah kayaknya Cha Cha Real Smooth akan jadi salah satu film romansa - dan coming of age - favorit gue di tahun ini. Manis banget sampe gejala diabetes. Satu lagi tipikal film romansa dengan hubungan yang nggak jelas bahkan cenderung platonic. Meski jelas Andrew mungkin punya sindrom Elektra yang condong lebih suka sama wanita yang lebih tua. Tapi gue rasa film ini nggak cuma ngomongin soal cinta. Melainkan tentang hidup! Hidup di masa transisi menuju dewasa lebih tepatnya. Adulting is no joke as we know, dan pasti banyak dari kita yang baru lulus kuliah bingung mau ngapain. Masa transisi dari hidup yang penuh keteraturan dan otoritas dari institusi pendidikan ke hidup yang lebih bebas terhadap arah, visi, dan misi masing-masing. Mulai dari ganti-ganti pekerjaan, gimana cara menghadapi pelanggan dengan sopan, sampai bertanggung jawab dengan komitmen dan waktu. Nah romansa dapat porsi yang jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan, karena gue rasa memang sisi ini yang jauh lebih relate denga
Komentar
Posting Komentar