Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

Antara Eksplorasi Seksual dan Mutilasi Genital - Ulasan Dear David


Indonesia jadi negara keempat terbanyak di dunia yang masih melakukan praktik sunat perempuan, atau dalam dunia medis diklasifikasikan sebagai mutilasi genital. Bagi kelompok tertentu, sunat perempuan dipercaya dapat mengendalikan nafsu, gairah, dan birahi perempuan agar tidak terjerumus pada seks bebas atau kehamilan yang tidak diinginkan. Tapi tidak ada penelitian medis yang membuktikan adanya hubungan antara sunat perempuan dengan gairah perempuan. 

Bahkan praktik sunat perempuan lebih berdampak buruk pada kondisi fisik, seperti risiko pendarahan postpartum, kematian janin, persalinan macet, dan lain sebagainya. Lagipula, apa iya itu satu-satunya cara menahan gairah dan hawa nafsu? Apa manusia, khususnya remaja sebagai masa puncak perkembangan hormon dan psikologis, tidak boleh memiliki hawa nafsu? Apa manusia memang sebodoh itu dengan nggak punya cara konstruktif dalam mengendalikan gairah dan birahi?


Salah satu cara konstruktif untuk mengendalikan hawa nafsu yang sedang meledak-ledaknya di masa remaja, adalah seperti Laras dengan menuliskannya dalam blog pribadi yang hanya bisa dibaca oleh dia sendiri. Laras, diperankan dengan sempurna oleh Shenina Cinnamon, di satu waktu tidak berhasil log out dari akun blog pribadinya. 

Kemudian seperti halnya kasus pornografi yang pernah terjadi di tanah air, blog pribadi yang bernada erotis itu pun menyebar tak terkendali di media sosial dan ranah internet. Sekolah, sebagai metafora institusi penegak hukum, pun tidak tinggal diam untuk mencari penulis blog tersebut - tanpa perlu menghukum penyebarnya. Lagi-lagi sangat menggambarkan proses penegakan hukum kasus pornografi yang pernah terjadi di Indonesia.


Film Indonesia bertema coming-of-age atau perjalanan remaja menemukan jati diri memang masih bisa dihitung dengan jari, tapi bagusnya setiap kemunculannya selalu dengan kualitas yang tinggi. Mulai dari Dua Garis Biru (2019), Yuni (2021), sampai dengan Like & Share (2022) yang semuanya mengangkat tema yang tergolong tabu dan kontroversial dan berani mengangkat isu tersebut ke layar. Isunya memang nggak jauh-jauh dari remaja dan seksual yang selalu dipandang tabu oleh masyarakat. Padahal memang sudah sewajarnya para remaja mengalami gejolak hormon yang menggebu, tinggal bagaimana caranya untuk mengendalikannya dengan cara konstruktif.

Dear David punya idealisme yang sama untuk mengangkat isu tersebut dengan kemasan yang lebih ringan dan menghibur. Penceritaan yang sesekali beradegan di fantasi cerita Laras yang komikal jadi buktinya. Ditambah beberapa karakternya, yang banyak diperankan oleh pendatang baru, sukses mengundang tawa dan membuat atmosfer film jadi jauh lebih ringan. Membuat isu seksualitas di kalangan remaja jadi lebih mudah diakses dan lebih bisa diterima oleh banyak orang.


Gue suka bagaimana penulis naskah Daud Sumolang dan Winnie Benjamin menyelipkan banyak isu yang jarang dibahas di media dan masyarakat, tanpa menjadikan film ini penuh sesak dengan berbagai pesan. Mulai dari serangan panik dan trauma masa lalu, privasi internet, orientasi seksual, sampai dengan kekerasan seksual dan bullying yang bisa terjadi pada laki-laki. Yes bagian ini yang gue paling suka, bagaimana Dear David konsisten menampilkan David yang jadi obyek seksual oleh wanita sekaligus dirundung oleh para laki-laki. Menegaskan bahwa kekerasan seksual dan perundungan bisa terjadi pada siapa saja, dan sama-sama menyakitkan!

Shenina Cinnamon lagi-lagi harus jadi karakter yang meminta maaf di depan orang banyak, atas kesalahan yang tidak dia lakukan. Penampilan dia memang sangat meyakinkan dan sempurna di film ini, tapi semoga bisa dapat tipikal karakter lain di film selanjutnya agar tidak terjebak pada stereotip yang sama. Yang jelas, bukan salah Laras untuk punya hasrat dan gairah, apalagi dia sudah punya cara konstruktif dan tidak merugikan orang lain dalam mengendalikan itu. Menerobos ruang privasi saja sudah fatal, apalagi menyebarkannya dan malah memicu kerugian besar bagi banyak orang. Dengan film ini, semoga tidak ada Laras-laras lainnya dalam mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai manusia, dan tidak ada perempuan yang harus melakukan mutilasi genital demi menahan hawa nafsunya. 







----------------------------------------------------------

review film dear david shenina cinnamon emir mahira
review dear david shenina cinnamon emir mahira
dear david shenina cinnamon emir mahira movie review
dear david shenina cinnamon emir mahira film review
resensi film dear david shenina cinnamon emir mahira
resensi dear david shenina cinnamon emir mahira
ulasan dear david shenina cinnamon emir mahira
ulasan film dear david shenina cinnamon emir mahira
sinopsis film dear david shenina cinnamon emir mahira
sinopsis dear david shenina cinnamon emir mahira
cerita dear david shenina cinnamon emir mahira
jalan cerita dear david shenina cinnamon emir mahira


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Billie Eilish The World's A Little Blurry - Review

Guy Ritchie's The Covenant - Review

Cha Cha Real Smooth - Review