Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

Autobiography - Review


Power play atau permainan kekuasaan itu nyata adanya, mulai dari tingkat negara, kabupaten, bahkan lingkup rumah tangga - atau bahkan pacaran. Kekuasaan diartikan sebagai kontrol asimetris terhadap sumber daya yang bermakna di hubungan sosial. Sumber dayanya bisa berupa status sosial, status ekonomi, jabatan, bahkan ras dan agama. Permainan atau dinamika kekuasaan terjadi ketika ada satu pihak yang menggunakan kekuasaannya terhadap pihak lain yang punya sumber daya yang lebih sedikit. Ini bisa terjadi antara suami dan istri, pak/bu RT dan warganya, calon bupati dan ajudannya, bahkan presiden dan rakyatnya.

Dinamika dan permainan kekuasaan ini yang jadi topik utama dari debut film panjang pertama dari sutradara dan penulis naskah Makbul Mubarak. Sebagai seseorang yang memerhatikan perjalanan karir Makbul Mubarak dari jauh, gue cukup bangga atas pencapaiannya. Dari seorang penulis dan kritikus film, salah satu pendiri situs kritik dan kajian film Cinema Poetica, berbagai film pendek, dan akhirnya film panjang pertamanya yang berhasil memenangkan berbagai penghargaan.


Autobiography dengan cerdas dan gamblang menggambarkan apa yang pernah dan bisa terjadi jika ada orang yang menyalahgunakan kekuasaannya terhadap orang lain. Sebenarnya setiap orang pasti punya sumber daya yang lebih daripada yang lain dan ini adalah lumrah adanya. Tapi menjadi masalah menahun dan jadi lingkaran setan kalau ada orang yang menyalahgunakan hal tersebut. 

Film ini juga sukses mengusung jargonnya "seram tanpa setan" karena kehadiran Arswendy Bening Swara memang sangat menakutkan. Satu kata atau bahkan tanpa kata, ekspresi dan tatapan mata tajamnya lebih seram dari setan manapun. Ajaib memang bagaimana kharisma (menakutkan) seseorang dapat dengan mudah dibentuk dari latar belakang dan melihat reaksi orang lain terhadapnya. Gue suka banget adegan mandiin, itu kaya representasi vulgar bagaimana pak Purna memiliki tubuh dan jiwab Rakib. Kevin Ardilova juga sukses menjalani karakter yang tertindas tapi masih punya keinginan kuat untuk bertahan hidup.


Dengan jenius, Makbul juga memilih nama karakternya pak Purnawinata seakan permainan kata dari purnawirawan. Pemilihan latar belakang karakter pak Purna sebagai pensiunan militer juga sangat jitu mengingat bagaimana permainan kekuasaan sangat nyata dalam institusi militer. Baik ketika masih berkuasa maupun ketika sudah pensiun, karena masih mereka bisa memainkan kekuasaan yang pernah dan sedang diraihnya.

Rasanya nggak perlu dijelaskan lagi kalau Autobiography ini bermaksud menyindir Orde Baru dan pemimpinnya. Tapi kenapa harus berhenti pada satu metafora itu saja? Pak Purna sebagai calon bupati bisa jadi representasi karakter penyalahgunaan kekuasaan lainnya. Pak RT atau pak RW, suami atau istri, pemimpin negara, atau bahkan pemimpin agama. Apalagi kita sering mendengar berita kekerasan atau kekerasan seksual yang semuanya berasal dari penyalahgunaan kekuasaan. 








----------------------------------------------------------

review film autobiography
review autobiography
autobiography movie review
autobiography film review
resensi film autobiography
resensi autobiography
ulasan autobiography
ulasan film autobiography
sinopsis film autobiography
sinopsis autobiography
cerita autobiography
jalan cerita autobiography


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Billie Eilish The World's A Little Blurry - Review

Guy Ritchie's The Covenant - Review

Cha Cha Real Smooth - Review