Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

Sri Asih - Review


Setelah ngeliatin promonya dan proses Pevita Pearce nge-gym dan latihan bela diri, akhirnya ditonton juga nih. Secara linimasa, peristiwa Sri Asih terjadi sebelum Gundala (2019). Jadi kita sekali lagi dipertontonkan origin story dari pahlawan adiwira Indonesia perempuan. Tapi sayang, rasanya filmnya terlalu dewasa dan jadi hilang kesempatan untuk menarik dan menginspirasi anak-anak perempuan.

Di titik ini udah jelas bahwa visi bang Joko dalam membangun Jagat Sinema Bumilangit lebih ke arah DC Cinematic Universe yang gelap, dewasa, dan penuh politik. Meski unsur politiknya nggak seberat Gundala, Sri Asih fokus membangun jagat sinemanya dengan menceritakan musuh besar dan para panglimanya. Nggak ada adegan yang ringan atau mengandung komedi, pokoknya semuanya berat.


Hal yang gue nggak suka adalah scoringnya. Maaf ya Aghi Narottama, Bemby Gusti dan Tony Merle. Menurut gue, scoringnya terlalu berisik dan monoton. Saking kencengnya sampai menutupi dialog. Lalu pilihan nadanya monoton juga dengan suara gebukan drum yang berulang-ulang. Gue mencoba nyari tema lagu Sri Asih, tapi nggak nemu sama sekali.

Lalu Sri Asih ini menderita yang gue sebut dengan "Wonder Woman Syndrome"; Alana/Sri Asih berantem sampe nembus tembok dan gedubrakan tapi make up nya tetep rapi jali nggak ada debu atau comel sedikitpun. Di akhir ada sih luka doang, tapi buset apa beneran kaga kena debu atau apa kek gitu. Gue ngebor tembok aja, muka gue cemong putih-putih. 

Tapi yang harus dipuji adalah efek visual yang luar biasa cantik. Nggak salah keputusannya untuk memundurkan jadwal rilis di bioskop. Musuh utama Sri Asih itu semacam asap-asap gitu, dan di sini efeknya rapi banget dan sangat meyakinkan. Benar-benar jadi final fight yang ciamik dan memancing tepuk tangan.










----------------------------------------------------------

review film sri asih
review sri asih
sri asih movie review
sri asih film review
resensi film sri asih
resensi sri asih
ulasan sri asih
ulasan film sri asih
sinopsis film sri asih
sinopsis sri asih
cerita sri asih
jalan cerita sri asih


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Billie Eilish The World's A Little Blurry - Review

Guy Ritchie's The Covenant - Review

Cha Cha Real Smooth - Review