Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Noktah Merah Perkawinan - Review
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
Setelah poster dan trailer ini dirilis, gue sama sekali nggak tertarik buat nonton film ini. Cukup tahu aja ini adalah adaptasi dari sinetron berjudul sama yang tayang sebanyak 77 episode di periode tahun 1996 - 1998 di Indosiar, yang sama-sama diproduksi oleh Rapi Film. Tapi setelah membaca ulasan yang semuanya bernada positif nggak cuma di linimasa tapi juga di grup WA, gue jadi tertarik. Apalagi ulasan di grup WA ya yang cenderung lebih jujur ketimbang di linimasa yang sekarang ini penuh paid buzzer.
Dengan mudah, Noktah Merah Perkawinan udah mengamankan posisinya di 10 Film Terbaik versi gue di tahun 2022. Bahkan dari awal film gue udah dibuat jatuh cinta lewat visualnya yang cantik dan intim. Sinematografinya menawan lengkap dengan color grading yang sejuk dan nyaman. Akting para pemainnya juga sangat meyakinkan. Marsha Timothy nggak ada obat! Oka Antara yang sebelum-sebelumnya - maaf banget - gue kurang cocok sama aktingnya, kali ini gue bisa larut di setiap emosinya. Sheila Dara juga makin ke sini makin matang penampilannya.
Film ini keliatan banget sih solid di naskah. Jelas terlihat dari duet penulis naskah Titien Wattimena dan Sabrina Rochelle melakukan riset yang cukup dalam mulai dari permasalahan pernikahan yang Indonesia banget sampai dengan apa yang dibicarakan di balik pintu psikolog dan konselor pernikahan. Masalah yang diangkat sangat relate dengan banyak orang di Indonesia, satu hal yang menepis dugaan dan asumsi macam "ah gue masih jauh nikah, ga bisa relate". Nggak cuy, film ini punya masalah yang relate banget, mulai dari yang jomblo, pacaran, tunangan, udah nikah, bahkan sampai yang sudah memutuskan untuk berhenti di tengah jalan.
Titik permasalahan yang gue bilang Indonesia banget itu berawal dari isu ibu mertua. Coba di kultur negara mana lagi yang kehadiran sosok ibu mertua bisa jadi masalah dalam rumah tangga? Kayaknya cuma Indonesia deh. Ini kaya jadi silent killer berbagai pernikahan di tanah air, bahkan jadi hal yang disangkal oleh banyak pihak karena kultur kita yang begitu menghormati orang tua. Apalagi norma yang beredar di masyarakat adalah pernikahan itu penyatuan dua keluarga, maka ini yang jadi justifikasi para ibu mertua untuk turut serta turun tangan dalam drama rumah tangga anak-anaknya.
Satu hal yang gue sangat suka dari tipikal film drama romantis ini adalah betapa Noktah Merah Perkawinan berani dan berhasil melawan sterotip pelakor! Rasanya hal ini juga yang akan jadi bahan diskusi yang panas dan seru setelah keluar dari studio. Dalam kasus rumah tangga antara Gilang dan Ambar, rasanya akan sulit untuk menunjuk satu orang sebagai pihak yang bersalah. Mungkin ini juga gambaran bagi banyak permasalahan orang ketiga dalam hubungan, bahwa kesalahan itu nggak bisa hanya ada di pundak satu orang saja. Yang film ini mau utarakan adalah bisa jadi semua pihak yang terlibat memang ada porsi kesalahan masing-masing yang bikin permasalahan tambah ruwet.
Gue seneng deh film Indonesia di tahun 2022 ini kualitasnya meningkat drastis. Rasanya waktu hiatus selama pandemi benar-benar digunakan maksimal untuk bebenah dan meningkatkan kualitas diri. Dalam hal ini, sebagai film kedua dari sutradara dan penulis naskah, Sabrina Rochelle benar-benar konsisten menjaga kualitasnya bahkan mengalami peningkatan drastis setelah Terlalu Tampan (2019). Jelas tahun 2022 ini adalah tahun yang baik bagi Rapi Film yang baru saja sukses besar lewat Pengabdi Setan 2: Communion.
review film noktah merah perkawinan review noktah merah perkawinan noktah merah perkawinan movie review noktah merah perkawinan film review resensi film noktah merah perkawinan resensi noktah merah perkawinan ulasan noktah merah perkawinan ulasan film noktah merah perkawinan sinopsis film noktah merah perkawinan sinopsis noktah merah perkawinan cerita noktah merah perkawinan jalan cerita noktah merah perkawinan
Pertama-tama gue harus ngaku bahwa gue memang fans Billie Eilish sejak pertama kali dia rilis lagu Ocean Eyes tahun 2019. Ya bukan fans garis keras gimana banget, cuma suka sama lagu-lagunya yang melodinya beda dari arus utama. Gue juga nggak tahu secara detil kehidupan pribadinya dia gimana, bahkan gue baru tahu Finneas itu kakaknya sekaligus produser musik dia pas rilis di album pertama. Setelah nonton dokumenter ini, gue jadi makin respek sama artis yang menurut gue sangat beruntung dan terberkati ini. Kita semua tahu lah ya betapa kerasnya dunia hiburan apalagi dengan kasus sebelah mbak Britney Spears yang masih aja dikendalikan sama bapaknya di segala aspek hidupnya. Nah dedek Billie ini luar biasa banget punya keluarga yang beneran 100% suportif di segala sisi. Abangnya Finneas yang jenius di musik tapi juga kagak sirikan sama adeknya yang jauh lebih tenar dari dia. Bapak ibunya yang ternyata memang dari latar belakang musik dan udah grooming Billie dari kecil juga super-bijak d
Dalam setahun kita dikasih 2 film Guy Ritchie? Setelah Operation Fortune: Ruse de Guerre yang rilis di awal tahun, sekarang ada The Covenant . Menariknya The Covenant punya tema yang cenderung segar dan terlalu serius di antara semua film yang pernah disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Guy Ritchie. Film ini juga punya premis anti-perang dengan tema yang rasanya belum pernah diangkat. Persahabatan antara seorang serdadu AS dengan penerjemah lokal di Afghanistan. Harus gue akui, rasanya The Covenant layak jadi salah satu film terbaik di tahun ini. Selain punya tema anti-war yang sangat penting, film ini punya penampilan akting yang luar biasa sampai menyerap emosi penonton. Selain itu deretan adegan aksinya juga sangat intens! Beberapa kali gue dibuat tahan nafas dengan ketegangan yang ditampilkan di layar. Seperti film-filmnya Guy Ritchie sebelumnya, The Covenant juga terlihat jelas dibagi menjadi tiga babak. Meski secara durasi tidak terbagi rata, rasanya pilihan yang tepat untu
Wah kayaknya Cha Cha Real Smooth akan jadi salah satu film romansa - dan coming of age - favorit gue di tahun ini. Manis banget sampe gejala diabetes. Satu lagi tipikal film romansa dengan hubungan yang nggak jelas bahkan cenderung platonic. Meski jelas Andrew mungkin punya sindrom Elektra yang condong lebih suka sama wanita yang lebih tua. Tapi gue rasa film ini nggak cuma ngomongin soal cinta. Melainkan tentang hidup! Hidup di masa transisi menuju dewasa lebih tepatnya. Adulting is no joke as we know, dan pasti banyak dari kita yang baru lulus kuliah bingung mau ngapain. Masa transisi dari hidup yang penuh keteraturan dan otoritas dari institusi pendidikan ke hidup yang lebih bebas terhadap arah, visi, dan misi masing-masing. Mulai dari ganti-ganti pekerjaan, gimana cara menghadapi pelanggan dengan sopan, sampai bertanggung jawab dengan komitmen dan waktu. Nah romansa dapat porsi yang jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan, karena gue rasa memang sisi ini yang jauh lebih relate denga
Komentar
Posting Komentar