Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah ...
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Waiting for Bojangles - Europe on Screen Review
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
Setelah dua tahun pandemi, akhirnya festival film favorit gue Europe on Screen mengadakan offline screening lagi. Tapi berhubung gue udah berdomisili di suburb Tangerang, jadi effort lebih ya buat ke Jakarta. Jadinya jauh lebih selektif milih film. Pilihan jatuh ke Waiting for Bojangles karena ini adalah personal favourite dari salah satu festival director-nya sendiri. Berhubung gue sangat percaya dengan pilihan mas Nauval, langsung deh niatin ke Jakarta demi nonton ini secara legal dan di layar besar.
Ya Allah ya Tuhanku, bangsat banget film ini ampun deh. Setengah film pertama kita dibawa ketawa ngakak, setengah terakhir dikasih kenyataan dan kepahitan hidup, dan ditutup dengan ending yang gong banget sampe dada gue sesek. Mana scoringnya juga kacau banget pedihnya aduh ampun. Waiting for Bojangles itu pengalaman nonton yang luar biasa banget sih. Feelnya kaya nonton Life is Beautiful (1997) dengan nuansa modern, meski roh filmnya bergerak di ranah yang berbeda.
Sinopsis sedikit, film ini tentang pasangan suami istri yang nyentrik banget dan anak laki-lakinya jadi kebawa deh. Setiap malam mereka berdua ngadain pesta dan berdansa semalaman, anti keteraturan dengan nggak mau bayar pajak dan nggak mau nyekolahin anaknya. Jadi ya menghabiskan hidup dengan senang-senang aja tiap hari. Kalau ada hal ga enak, tinggal gimana caranya biar bisa dancing in the rain. Semua itu terlihat menyenangkan, dan terbukti dengan senyum dan tawa dari mereka bertiga setiap hari. Kalau ada kepahitan, tinggal tutupin pakai cerita imajinasi dan fantasi biar bisa tersenyum lagi.
Buat gue pribadi yang udah kena tampar oleh kenyataan hidup, nonton ini tuh awalnya kaya sinis gitu loh. Di setengah awal film yang masih hepi-hepi, di dalam hati gue yang berkali-kali ngebatin "mau sampai kapan lo kaya gini terus". Ternyata kata-kata gue terwakilkan oleh karakter orang pajak yang bilang "lo nggak bisa selamanya kaya gini". Bener kan kejadian juga, ketika mereka ngalamin kenyataan pahit. Sempet jatuh terseok-seok pula, tapi pada akhirnya mereka bisa juga bangkit dengan caranya sendiri.
Waiting for Bojangles beneran bikin gue mikir sih, jadi gimana dong mesti menyikapi hidup? Serius aja gitu ga perlu aneh-aneh, tapi jadi nggak bisa nikmatin? Atau denial aja terus-terusan dengan party tiap malem? Tapi sekalinya kena hal pahit jatuh tersungkur. Ya balik lagi bener bang Iwan yak, bawain lagu dangdut Yang Sedang Sedang Saja. Ngejalanin hidup ya serius, tapi jangan lupa seneng-seneng juga. Justru malah gue bisa belajar dari mereka bertiga adalah gimana caranya "dancing in the rain", alias cara tersenyum di kala susah.
review film waiting for bojangles review waiting for bojangles waiting for bojangles movie review waiting for bojangles film review resensi film waiting for bojangles resensi waiting for bojangles ulasan waiting for bojangles ulasan film waiting for bojangles sinopsis film waiting for bojangles sinopsis waiting for bojangles cerita waiting for bojangles jalan cerita waiting for bojangles
Pertama-tama gue harus ngaku bahwa gue memang fans Billie Eilish sejak pertama kali dia rilis lagu Ocean Eyes tahun 2019. Ya bukan fans garis keras gimana banget, cuma suka sama lagu-lagunya yang melodinya beda dari arus utama. Gue juga nggak tahu secara detil kehidupan pribadinya dia gimana, bahkan gue baru tahu Finneas itu kakaknya sekaligus produser musik dia pas rilis di album pertama. Setelah nonton dokumenter ini, gue jadi makin respek sama artis yang menurut gue sangat beruntung dan terberkati ini. Kita semua tahu lah ya betapa kerasnya dunia hiburan apalagi dengan kasus sebelah mbak Britney Spears yang masih aja dikendalikan sama bapaknya di segala aspek hidupnya. Nah dedek Billie ini luar biasa banget punya keluarga yang beneran 100% suportif di segala sisi. Abangnya Finneas yang jenius di musik tapi juga kagak sirikan sama adeknya yang jauh lebih tenar dari dia. Bapak ibunya yang ternyata memang dari latar belakang musik dan udah grooming Billie dari kecil juga super-bijak d...
Wah kayaknya Cha Cha Real Smooth akan jadi salah satu film romansa - dan coming of age - favorit gue di tahun ini. Manis banget sampe gejala diabetes. Satu lagi tipikal film romansa dengan hubungan yang nggak jelas bahkan cenderung platonic. Meski jelas Andrew mungkin punya sindrom Elektra yang condong lebih suka sama wanita yang lebih tua. Tapi gue rasa film ini nggak cuma ngomongin soal cinta. Melainkan tentang hidup! Hidup di masa transisi menuju dewasa lebih tepatnya. Adulting is no joke as we know, dan pasti banyak dari kita yang baru lulus kuliah bingung mau ngapain. Masa transisi dari hidup yang penuh keteraturan dan otoritas dari institusi pendidikan ke hidup yang lebih bebas terhadap arah, visi, dan misi masing-masing. Mulai dari ganti-ganti pekerjaan, gimana cara menghadapi pelanggan dengan sopan, sampai bertanggung jawab dengan komitmen dan waktu. Nah romansa dapat porsi yang jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan, karena gue rasa memang sisi ini yang jauh lebih relate denga...
Dalam setahun kita dikasih 2 film Guy Ritchie? Setelah Operation Fortune: Ruse de Guerre yang rilis di awal tahun, sekarang ada The Covenant . Menariknya The Covenant punya tema yang cenderung segar dan terlalu serius di antara semua film yang pernah disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Guy Ritchie. Film ini juga punya premis anti-perang dengan tema yang rasanya belum pernah diangkat. Persahabatan antara seorang serdadu AS dengan penerjemah lokal di Afghanistan. Harus gue akui, rasanya The Covenant layak jadi salah satu film terbaik di tahun ini. Selain punya tema anti-war yang sangat penting, film ini punya penampilan akting yang luar biasa sampai menyerap emosi penonton. Selain itu deretan adegan aksinya juga sangat intens! Beberapa kali gue dibuat tahan nafas dengan ketegangan yang ditampilkan di layar. Seperti film-filmnya Guy Ritchie sebelumnya, The Covenant juga terlihat jelas dibagi menjadi tiga babak. Meski secara durasi tidak terbagi rata, rasanya pilihan yang tepat ...
Komentar
Posting Komentar