Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

Gara Gara Warisan - Review


Poster dan trailernya terlihat menjanjikan, apalagi ini pertama kali Muhadkly Acho duduk di kursi sutradara sekaligus menulis sendiri naskahnya. Kalau belum yakin, ada nama Ernest Prakasa yang duduk di kursi produser. Meski nggak tahu seberapa jauh keterlibatannya tapi setidaknya kualitasnya sudah terjamin oleh nama Ernest yang memang piawai menggarap film bertema keluarga.

Filmnya sendiri jadi favorit gue di antara tiga film Indonesia di Lebaran 2022 ini (maaf gue harus skip Kuntilanak 3 karena emang nggak minat dan nggak ngikutin aja). Ceritanya sangat-sangat dekat dengan rakyat Indonesia kebanyakan. Pasti ada di antara kita yang entah anak atau orang tua sudah ngomongin warisan. Apalagi ditambah sibling rivalry yang ada di Gara Gara Warisan jauh lebih relate ketimbang NKCTHI.


Gue suka banget sih sama naskahnya, detil banget dan sangat logis. Alasan kenapa si bapak lebih sayang dengan si bungsu dijawab dengan sangat baik. Efek pilih kasih si bapak terhadap saudara kandung yang lain juga terlihat jelas. Apalagi si pilih kasih ini punya efek signifikan terhadap jalan cerita utama yang juga menggerakkan plot utama. Pada dasarnya, semuanya kembali lagi ke perasaan bersalah yang terus menumpuk tanpa adanya closure atau penyelesaian yang pas. 

Semua aktingnya terasa sangat pas, nggak berlebihan dan nggak berkekurangan. Mungkin karena ada Yayu Unru yang jadi tokoh sentral di film ini yang efeknya ke semua karakter di sekitarnya nggak boleh tertinggal atau berlebih. Aktingnya Yayu Unru memang udah nggak usah diperdebatkan, di satu adegan dijamin bikin dada lo sesak dan mata basah.



Menonton film rumah produksi Starvision memang harus ada deretan adegan sketsa dari para komika Indonesia. Yang entah apa gunanya bagi jalan cerita selain memperpanjang durasi dan menambah embel-embel "komedi" dalam kategori genre. Tapi setidaknya dibawah arahan Acho, komedinya terasa "Acho banget" apalagi buat yang sering ngikutin snack videonya di reels / tiktok / twitter. Satu keluhan kecil gue adalah karakter Hesty Purwadinata yang kok kurang cocok untuk hidup di ekonomi menengah ke bawah ya.

Secara keseluruhan, sepertinya memang Gara Gara Warisan adalah satu-satunya film Indonesia Lebaran yang cocok ditonton satu keluarga. KKN sangat 17+ dan Kuntilanak 3 ya udah lah. Cerita yang dibawakan sangat dekat dengan keseharian, pesan moralnya pun lengkap bukan hanya hubungan antara orang tua dengan anak, tapi juga antara anak dengan saudara kandung sendiri. 




















----------------------------------------------------------

review film gara gara warisan
review gara gara warisan
gara gara warisan movie review
gara gara warisan film review
resensi film gara gara warisan
resensi gara gara warisan
ulasan gara gara warisan
ulasan film gara gara warisan
sinopsis film gara gara warisan
sinopsis gara gara warisan
cerita gara gara warisan
jalan cerita gara gara warisan


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Billie Eilish The World's A Little Blurry - Review

Guy Ritchie's The Covenant - Review

Cha Cha Real Smooth - Review