Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

A Hero - Review

\

Akhirnya kesampean juga nonton filmnya sutradara dan penulis naskah Asghar Farhadi di bioskop! Dulu nonton A Separation (2011) yang ngebuat gue langsung ngefans sama beliau, cuma ditonton di Erasmus Huis di festival film Europe on Screen. Film-filmnya beliau selalu tipikal slice of life sih, tapi gue suka karena bisa ngintip seperti apa kehidupan di Iran.


bercerita tentang Rahim Soltani, seorang ayah yang harus masuk penjara karena nggak bisa bayar hutang bisnis karena ditipu rekannya. Sepulang dari penjara, pacarnya nawarin koin emas yang ditemuin di halte bis. Sempat tergiur buat jual dan bayar sebagian utangnya, akhirnya Rahim mengembalikan koin emas itu ke pemiliknya. Tapi ternyata niat dan perbuatan baik tidak serta merta mendatangkan hal baik di dunia modern ini, apalagi era media sosial yang lebih mementingkan citra diri dan narasi ketimbang kebenaran hakiki.


Ini adalah pengalaman nonton yang unik buat gue. Dari awal tuh emang agak roaming, ini siapa, kenapa di penjara, dan lain-lainnya. Tapi ternyata lama kelamaan semua pertanyaan itu dijawab dengan pertukaran dialog yang natural. Di menit-menit awal, dalam hati ini udah tergelitik buat ngecap si Rahim ini "orang gak bener" karena masuk penjara. Pas adegan dia niat balikin emas aja gue agak sangsi, ah masa sih. Tapi setelah lama menghabiskan waktu ngeliat keseharian dan interaksi dia dengan orang-orang di sekitarnya, gue belajar bahwa Rahim ini orang baik!

Mungkin ini cara bercerita yang disengaja oleh Asghar Farhadi, karena memang itu yang mau disampaikan. Semudah itu kita ngecap dan mereduksi kepribadian orang hanya dari satu momen aja, entah dia pernah berbuat jahat atau dipenjara dan lain sebagainya. Sampai-sampai ketika dia berbuat baik, literally semua orang meragukan dan bahkan ga percaya! Apa emang dunia dan masyarakat modern sekarang se-fuckedup itu ya sampai ada orang berbaik baik malah dibilang pansos, carmuk, dan lain sebagainya.


Buat gue pribadi, A Hero adalah kisah keseharian tapi paling pedas dalam kritik pengaruh buruk media sosial. Iya ada ribuan hal baik dari media sosial, tapi jangan lupa ada pengaruh buruk juga. Balik lagi sih, media sosial hanya instrumen dan tergantung pinter-pinternya kita sebagai pengguna yang harus lebih pinter ketimbang smartphone.





















----------------------------------------------------------

review film a hero asghar farhadi
review a hero asghar farhadi
a hero asghar farhadi movie review
a hero asghar farhadi film review
resensi film a hero asghar farhadi
resensi a hero asghar farhadi
ulasan a hero asghar farhadi
ulasan film a hero asghar farhadi
sinopsis film a hero asghar farhadi
sinopsis a hero asghar farhadi
cerita a hero asghar farhadi
jalan cerita a hero asghar farhadi


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Billie Eilish The World's A Little Blurry - Review

Guy Ritchie's The Covenant - Review

Cha Cha Real Smooth - Review