Fast X - Review

Gambar
Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah

The Last Duel - Review


Kasian banget sih The Last Duel jadi anak bawang nggak rilis di bioskop dan cuma rilis di Disney+. Apalagi kalau bukan karena pas Disney mengakuisisi Fox, termasuk library Fox yang belum rilis di bioskop - salah satunya adalah The Last Duel ini. Nggak pandang bulu, meski karya sutradara Ridley Scott sekalipun, Disney tetep raja tega untuk ga kasih rilis bioskop. Padahal di atas kertas The Last Duel ini punya modal yang kuat banget; penulis naskah dari duet pemenang Oscar Matt Damon dan Ben Affleck sampai deretan cast kelas A. 

The Last Duel punya gaya bercerita yang sangat unik; filmnya dibagi 3 bab dengan masing-masing bab adalah sudut pandang yang berbeda dari 3 karakter utama tentang segala hal yang berujung pada kekerasan seksual. Ada Sir Jean de Carrouges (Matt Damon), Jacques Le Gris (Adam Driver), dan Marguerite de Carrouges (Jodie Comer). Menariknya, meski tiga bab / sudut pandang ini menceritakan hal yang sama, tapi ada detil yang berbeda sesuai karakter masing-masing. Sebuah hal yang sangat lumrah ya karena ingatan dan persepsi setiap orang pasti berbeda pada kejadian yang sama.


Meski berlatar abad ke-14, tapi membawa tema yang mirisnya masih relevan di tahun 2022 ini; kekerasan seksual dan ketimpangan relasi kuasa berbasis gender. Mungkin sengaja juga dipilih latar abad pertengahan ini sebagai penegas ironi bahwa pada masa itu ada hal-hal positif yang bisa dilakukan terhadap kekerasan seksual, tapi kok malah mundur di abad ke-21 ini. Salah satunya adalah keberpihakan pada korban yang seringkali tidak punya bukti dan hanya punya cerita.

Kasus kekerasan seksual yang digambarkan di film ini memang nggak ada bukti apapun; fisik, rekaman cctv, nggak ada lah wong teknologinya belum ada. Sebuah situasi yang tidak lekang oleh waktu, dan jadi penegas bahwa meminta bukti fisik, audio, video, atau apapun soal kekerasan seksual adalah percuma! Satu-satunya bukti hanyalah cerita, baik dari korban maupun pelaku. Memang keberpihakan pada korban adalah prinsip absolut dalam setiap kasus kekerasan seksual. 


Tapi sebenernya film ini sendiri sudah memberikan jawabannya; kisah dari sudut pandang Le Gris pun sudah menggambarkan kekerasan seksual meski dirinya terus-terusan menolak tuduhan dan memandang hal itu bukan pemerkosaan. Kuncinya hanya satu; consent. Marguerite sudah bilang berkali-kali bilang tidak dan menolak - bahkan di sudut pandang Le Gris sekalipun! Ini adalah bukti bahwa seringkali banyak orang tidak paham apa itu consent - apalagi mau paham definisi dan variasi jenis kekerasan seksual.

Hal lain yang sangat gue apresiasi adalah meski Matt Damon dan Ben Affleck sudah punya piala Oscar akan Best Screenplay untuk Good Will Hunting (1997), tapi mereka berdua tetap membutuhkan perempuan untuk menulis sudut pandang perempuan. Maka didatangkanlah Nicole Holofcener untuk membantu mereka mengembangkan naskah dan memberikan sudut pandang perempuan. Satu itikad baik yang sangat logis dan masuk akal, yang harus dicontoh oleh pembuat film manapun - Indonesia pada khususnya. Ya kok bisa film tentang kasus kekerasan seksual pada perempuan ditulis oleh dua orang laki-laki saja?


















- ditonton di Disney+ -


----------------------------------------------------------

review film the last duel ridley scott matt damon ben affleck
review the last duel ridley scott matt damon ben affleck
the last duel ridley scott matt damon ben affleck movie review
the last duel ridley scott matt damon ben affleck film review
resensi film the last duel ridley scott matt damon ben affleck
resensi the last duel ridley scott matt damon ben affleck
ulasan the last duel ridley scott matt damon ben affleck
ulasan film the last duel ridley scott matt damon ben affleck
sinopsis film the last duel ridley scott matt damon ben affleck
sinopsis the last duel ridley scott matt damon ben affleck
cerita the last duel ridley scott matt damon ben affleck
jalan cerita the last duel ridley scott matt damon ben affleck


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Billie Eilish The World's A Little Blurry - Review

Guy Ritchie's The Covenant - Review

Cha Cha Real Smooth - Review