Sepuluh film, 22 tahun, dan gue makin nggak peduli lagi dengan ceritanya. Gue udah lupa banget sih sama 9 film sebelumnya. Tapi yang jelas gue ingat beberapa ciri khas franchise Fast & Furious ini. Yang pertama adalah penjahat bisa jadi ada di sisi protagonis di film selanjutnya, dan yang mati bisa dihidupkan kembali. Fast X jelas nggak lepas dari dua ciri khas itu. Tapi yang menarik adalah Fast X hadir di tengah film-film superhero blockbuster dan mampu menyatukan fans MCU dan DCU. Deretan cast di film-filmnya Fast & Furious itu selalu bikin franchise The Expendables - yang idenya menyatukan semua bintang film aksi - malah jadi cupu. Apalagi cast di Fast X ini yang bisa bikin fans MCU dan DCU kelojotan bareng. Gila sih nggak ada duanya emang, dan ini memang salah satu jualannya. Jualan yang lain jelas adegan-adegan aksi stunt CGI yang nggak pakai otak alias absurd. Tapi ya nggak apa-apa juga karena toh penonton suka juga. Harus gue akui, di segi cerita Fast X tergolong sudah ...
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Losmen Bu Broto - Review
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
Gue suka banget sama Losmen Bu Broto! Ciamik mantap di berbagai segi. Akibatnya signifikan banget ngaduk-aduk emosi gue sepanjang film. Beneran usaha banget buat nahan air mata, apalagi sampai akhir film yang langsung berasa hangat di dada. Losmen Bu Broto ini menurut gue adalah film keluarga yang kalau ditonton langsung berada ada di rumah dengan segala kehangatan, lengkap dengan hal-hal yang emosional.
Pertama-tama skripnya solid banget. Nggak salah deh ngasih update dan adaptasi film panjang dari serial TVRI tahun 1980-an ini. Naskah karya Alim Sudio ini benar-benar bisa membawakan semua permasalahan setiap karakter dengan sama rata dan tidak ada menonjol. Karakternya banyak padahal tapi kita bisa kenal dekat dengan setiap karakter mulai dari Bu Broto dan Pak Broto sampai ke tiga anaknya Pur, Sri, dan Tarjo. Okelah mungkin Tarjo yang agak tenggelam dan sia-sialah talenta Baskara Mahendra. Tapi drama masing-masing Pur dan Sri jelas jadi nyawa paling menyala, dan membawa film ini ke ranah film keluarga yang emosional.
Losmen Bu Broto juga jadi ensemble acting showcase yang patut dicontoh oleh banyak film Indonesia - khususnya bergenre drama dan keluarga. Semua pemeran nggak ada kekurangannya sama sekali, benar-benar melebur ke dalam karakter masing-masing. Hilang sudah Maudy Koesnaedi, Mathias Muchus, Putri Marino, Maudy Ayunda, dan Baskara Mahendra yang kita kenal selama ini. Yang kita lihat hanyalah Bu Broto sebagai sosok matriarkal yang kuat dan dominan, Pak Broto yang bijak dan kharismatik, Pur yang melankolis akut, Sri yang tahu apa yang diinginkan dan berani bertindak, dan Tarjo yang sayang banget hanya jadi pemanis.
Bekerja sama dengan Fourcolours Film yang berbasis di Jogja, rasanya udah nggak perlu ragu lagi untuk memberikan potret Jogja dengan jujur dan apa adanya. Mulai dari dekorasi set yang cantik dan banyak tanaman hias, desain kostum yang semua batiknya pengen gue borong, sampai dengan budaya dan tradisi yang niscaya selalu berbenturan dengan modernitas. Sama seperti Jogja yang selalu berhasil atas benturan tradisi dan modern, Losmen Bu Broto juga memperlihatkan bagaimana jika prinsip bertentangan dengan hal modern dan liberal. Benturan tidak dielakkan, tapi selalu ada jalan tengah yang sangat kekeluargaan dan baik untuk kedua belah pihak.
review film losmen bu broto review losmen bu broto losmen bu broto movie review losmen bu broto film review resensi film losmen bu broto resensi losmen bu broto ulasan losmen bu broto ulasan film losmen bu broto sinopsis film losmen bu broto sinopsis losmen bu broto cerita losmen bu broto jalan cerita losmen bu broto
Pertama-tama gue harus ngaku bahwa gue memang fans Billie Eilish sejak pertama kali dia rilis lagu Ocean Eyes tahun 2019. Ya bukan fans garis keras gimana banget, cuma suka sama lagu-lagunya yang melodinya beda dari arus utama. Gue juga nggak tahu secara detil kehidupan pribadinya dia gimana, bahkan gue baru tahu Finneas itu kakaknya sekaligus produser musik dia pas rilis di album pertama. Setelah nonton dokumenter ini, gue jadi makin respek sama artis yang menurut gue sangat beruntung dan terberkati ini. Kita semua tahu lah ya betapa kerasnya dunia hiburan apalagi dengan kasus sebelah mbak Britney Spears yang masih aja dikendalikan sama bapaknya di segala aspek hidupnya. Nah dedek Billie ini luar biasa banget punya keluarga yang beneran 100% suportif di segala sisi. Abangnya Finneas yang jenius di musik tapi juga kagak sirikan sama adeknya yang jauh lebih tenar dari dia. Bapak ibunya yang ternyata memang dari latar belakang musik dan udah grooming Billie dari kecil juga super-bijak d...
Wah kayaknya Cha Cha Real Smooth akan jadi salah satu film romansa - dan coming of age - favorit gue di tahun ini. Manis banget sampe gejala diabetes. Satu lagi tipikal film romansa dengan hubungan yang nggak jelas bahkan cenderung platonic. Meski jelas Andrew mungkin punya sindrom Elektra yang condong lebih suka sama wanita yang lebih tua. Tapi gue rasa film ini nggak cuma ngomongin soal cinta. Melainkan tentang hidup! Hidup di masa transisi menuju dewasa lebih tepatnya. Adulting is no joke as we know, dan pasti banyak dari kita yang baru lulus kuliah bingung mau ngapain. Masa transisi dari hidup yang penuh keteraturan dan otoritas dari institusi pendidikan ke hidup yang lebih bebas terhadap arah, visi, dan misi masing-masing. Mulai dari ganti-ganti pekerjaan, gimana cara menghadapi pelanggan dengan sopan, sampai bertanggung jawab dengan komitmen dan waktu. Nah romansa dapat porsi yang jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan, karena gue rasa memang sisi ini yang jauh lebih relate denga...
Dalam setahun kita dikasih 2 film Guy Ritchie? Setelah Operation Fortune: Ruse de Guerre yang rilis di awal tahun, sekarang ada The Covenant . Menariknya The Covenant punya tema yang cenderung segar dan terlalu serius di antara semua film yang pernah disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Guy Ritchie. Film ini juga punya premis anti-perang dengan tema yang rasanya belum pernah diangkat. Persahabatan antara seorang serdadu AS dengan penerjemah lokal di Afghanistan. Harus gue akui, rasanya The Covenant layak jadi salah satu film terbaik di tahun ini. Selain punya tema anti-war yang sangat penting, film ini punya penampilan akting yang luar biasa sampai menyerap emosi penonton. Selain itu deretan adegan aksinya juga sangat intens! Beberapa kali gue dibuat tahan nafas dengan ketegangan yang ditampilkan di layar. Seperti film-filmnya Guy Ritchie sebelumnya, The Covenant juga terlihat jelas dibagi menjadi tiga babak. Meski secara durasi tidak terbagi rata, rasanya pilihan yang tepat ...
Komentar
Posting Komentar